Sabtu, 26 Mei 2007

Rekomendasi TANWIR 2007

TANWIR menyambut baik permintaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar Muhammadiyah meningkatkan perannya sebagai gerakan ekonomi dan kembali mengembangkan enterpreunership sebagaimana tradisinya yang kuat di masa lalu. Dalam rangka itu Muhammadiyah mendesak pemerintah untuk mengambil langkah drastis dang kongkret yang benar benar memihak ekonomi rakyat untuk mengentaskan masyarakat dari kemiskinan dan keterbelakangan.

  1. TANWIR Menyaksikan perkembangan kehidupan demokrasi yang semakin membaik, tetapi kecenderungan kehidupan perpolitikan semakin mengarah pada pragmatisme politik yang koruptif dan mengabaikan upaya terwujudnya kesejahteraan rakyat. Karena itu Muhammadiyah menyerukan kepada segenap komponen bangsa, terutama partai politik, pemerintah, pelaku bisnis, dan pemegang amanat rakyat lainnya untuk menjadikan politik sebagai instrumen dalam menyejahterakan rakyat.
  2. TANWIR memandang bahwa amandemen UUD 1945 merupakan salah satu prestasi terpenting gerakan reformasi, meskipun demikian TANWIR menyaksikan terjadinya kerumitan kerumitan dalam sistem ketatanegaraan kita pasca perubahan UUD 1945. Karena itu Muhammadiyah meminta semua pihak untuk melakukan pengkajian yang komprehensif dan mendalam atas kemungkinan dilakukannya perubahan UUD 1945 pada masa masa yang akan datang dalam bingkai semangat reformasi.
  3. Dalam politik luar negeri Pemerintah Indonesia hendaknya tetap berpijak pada politik bebas aktif sesuai dengan cita cita awal kemerdekaan. Pemerintah Indonesia juga perlu mengedepankan sikap dan kebijakan politik luar negeri yang menjunjung tinggi kedaulatan dan martabat bangsa dan negara di atas segala galanya.Khusus terhadap dunia Islam, TANWIR menghimbau pemerintah Indonesia untuk bersikap lebih adil dan secara proaktif mengambil prakarsa prakarsa strategis dalam membela Dunia Islam, termasuk dalam membela bangsa bangsa Muslim di dunia.
  4. TANWIR melihat DPR dan pemerintah tidak bersungguh sungguh untuk menyelesaikan pembahasan dan pengesahan RUU Antiporografi dan Pornoaksi sehingga proses pengesahannya berlarut larut. Untuk itu TANWIR mendesak DPR dan pemerintah untuk segera memulai pembahasan dan kemudian mengesahkan dengan segera menjadi Undang Undang yang benar benar dapat menjadi instrumen untuk menyelamatkan moralitas dan akhlaq bangsa.
  5. TANWIR meminta segenap komponen dan kekuatan bangsa untuk lebih mengedepankan penyelamatan nasional menyangkut hajat hidup orang bangsa seperti sumberdaya alam, air, lingkungan dan kekayaan yang terkandung di dalamnya demi kelangsungan generasi. TANWIR juga menghimbau seluruh komponen bangsa untuk menjaga keutuhan dan kepentingan wilayah NKRI serta aset aset negara dan sumberdaya alam yang terkandung di dalamnyadari berbagai praktik eksploitasi dan kapitalisasi yang lebih menguntungkan bangsa asing serta merugikan hajat hidup dan kelangsungan generasi bangsa.
  6. TANWIR mendesak pemerintah untuk menghentikan komersialisasi pendidikan dan memberikan peran yang luas kepada lembaga pendidikan swasta yang berakar di masyarakat. TANWIR juga mendesak pemerintah untuk menghentikan kebijakan kebijakan yang berpotensi mematikan keberadaan dan peran swasta yang terbukti telah berjasa besar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sejak masa pra hingga pasca kemerdekaan. Kebijakan pendidikan harus benar benar memihak kepentingan rakyat dan proses pencerdasan bangsa.
  7. TANWIR memandang korupsi dan segala bentuk kejahatan seperti pengrusakan lingkungan dan perdagangan manusia sebagai tindak pidana berat yang merusak sendi sendi kebangsaan dan kemanusiaan. Oleh karena itu TANWIR mendesak pemerintah dan lembaga penegak hukum menjatuhkan hukuman yang seberat beratnya bagi para pelaku dan menghindari praktik praktik mafia peradilan.
  8. TANWIR memandang penyelenggaraan haji masih belum memenuhi standar kelayakan pelayanan. Karena itu TANWIR mendesak pemerintah untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan dan pelayanan haji yang benar benar memihak kepentingan jamaah. TANWIR juga menuntut pemerintah untuk mengelola pelaksaan haji secara akuntabel, transparan, dan bebas dari praktik praktik penyimpangan yang merugikan umat Islam.
  9. TANWIR meminta pemerintah membuat kebijakan kebijakan yang dapat mengatasi masalah pengangguran, kemiskinan, dan ketenagakerjaan, termasuk dalam membela nasib TKI di luar negeri.
  10. TANWIR memandang bencana banjir lumpur sidoarjo bukan hanya tragedi lokal tetapi telah menjadi tragedi nasional karena menyangkut buruknya sistem pengelolaan sumberdaya alam dan penangganan bencana. Untuk itu TANWIR mendesak pemerintah untuk segera mengakhiri penderitaan para korban lumpur yang berkepanjangan.
  11. TANWIR memandang upaya untuk menjaga dan mempertahankan keadaan damai di NAD sebagai bagian dari wilayah NKRI adalah tugas nasional. Karena hal tersebut, TANWIR mengharapkan semua pihak terkait untuk dapat melaksanakan UUPA (Undang Undang Pemeritah Aceh) secara sungguh sungguh dan tulus.
  12. TANWIR menyerukan kepada para pemilik dan pengelola pertelevisian di Indonesia untuk tidak menayangkan acara acara apapun bentuk dan jenisnya yang dapat merusak moralitas/ akhlak anak bangs, terutama generasi muda.

Saatnya Ber-fastabiqul Khairot

Machhendra Atmaja

Jakarta- Malam tasyakuran milad Pemuda Muhammadiyah yang ke 75, ternyata terselip pesan bahwa kini, Pemuda Muhammadiyah dengan Fastabiqul Khairotnya harus mulai untuk mengambil peran sebagai pemegang jabatan publik dan menyebarkan ideologi Muhamadiyahnya yang selalu memerangi yang mungkar dan menegakkan yang ma’ruf, pesan ini disampaikan beberapa mantan ketua Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah (PP PM) dalam orasi politiknya di halaman gedung dakwah Muhammadiyah, Jl Menteng Raya no 62, Jakarta, Senin (21/05/2007).

Ketua PP Pemuda Muhammadiyah, Izzul Muslimin dalam sambutanya juga mengajak para kader pemuda yang notabene adalah anak bangsa, untuk harus tetap semangat dalam berperan untuk bangsa dan Negara, termasuk didalamnya adalah agenda mengawal reformasi yang sudah didengungkan sejak Mei 1998. “Sebagai anak bangsa kita perlu kerja keras untuk menjadi bagian dari reformasi, dan menjadi arus air dalam pergerakan nasional,” ungkapya. Mantan Ketua PP PM Abdul Mu’ti juga mengajak para kader pemuda untuk selalu berfastabiqul khairot, dengan tidak hanya menunggu tetapi harus proaktif untuk dapat mengambil setiap kesempatan, berlomba di level nasional dan menjadi tokoh nasional. Tidak ketinggalan Ketua Umum Muhammadiyah Din Syamsuddin yang juga mantan PP Pemuda Muhammadiyah mengingatkan bahwa, warga muhammadiyah termasuk juga pemudanya agar tetap menekankan pentingnya komitmen kebangsaan, dan komitmen untuk berkehidupan barbangsa yang majemuk. Lebih lanjut Din mengatakan dan sependapat dengan mantan Abdul Mu’ti bahwa PM Muhammadiyah harus lebih proaktif, Din memandang bahwa, fastabiqul Khairot yang selama ini menjadi semboyan Pemuda Muhammadiyah hanya menjadi hiasan surat dan akhir pembicaraan saja dan kurang untuk diaplikasikan, untuk itu saat ini kader PM harus tampil untuk meraih yang terbaik dengan tidak meninggalkan pendidikannya.

Dalam milad yang bertema ‘Merentas Jalan Menuju Terwujudnya Politik Kebangsaan yang Bermatabat’ ini, hadir beberapa tokoh nasional dan partai serta perwakilan dari kedutaan besar Mesir dan Palestina. Diantara tokoh-tokoh nasional yang hadir antara lain mantan ketua MPR M. Amien Rais, Wakil Ketua MPR RI Aksa Mahmud, Ketua Umum PP Muhammadiyah yang juga mantan Ketua Umum PP. pemuda Muhammadiyah Din Syamsuddin, mantan Sekretaris Pemuda Muhammadiyah Gowa Sulawesi Selatan (1966-1969) Ryass Rasyid, MA., hadir juga Ketua Umum GP Ansor yang juga mantan Menteri PDT Syaefullah Yusuf (Gus Ipul), Sekretaris Jenderal DPP Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan, Anggota Fraksi PKB DPR RI Abdullah Azwar Anas dan Sunarto Muntako anggota Fraksi Partai Demokrat DPR RI serta pakar politik Indria Samego. Selain itu hadir juga mantan-mantan Ketua Umum PP. Pemuda Muhammadiyah, seperti Habib Chirzin yang saat ini menjabat sebagai anggota Komnas HAM, Hajriyanto Yasin Thohari (Mas Hajri) yang sekarang menjadi anggota DPR RI dari Partai Golkar, Imam Addaruqutni (Mas Imam) yang saat ini menjadi Ketua Umum PP. Partai Matahari Bangsa dan juga wakil Ketua Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus PP. Muhammadiyah dan Abdul Mu’ti yang saat ini Sekretaris Majelis Dikdasmen PP. Muhammadiyah. (mac)

Selasa, 22 Mei 2007

TANWIR MUHAMMADIYAH TAHUN 2007
Print E-mail
Senin, 02 April 2007

Oleh : A. ROSYAD SHOLEH

Sesuai ketentuan dalam Anggaran Dasar dan Angaran Rumah Tangga Muhammadiyah, pada tanggal 25 s/d 29 April 2007 Pimpinan Pusat Muhammadiyah akan menyelenggarakan Tanwir Muhammadiyah tahun 2007, bertempat di kota Yogyakarta. Tanwir Tahun 2007 ini merupakan Tanwir pertama setelah Muktamar ke-45 Muhammadiyah yang diselenggarakan pada tanggal 3 s/d 8 Juli 2005 di kota Malang. Karenanya dapat dipahami kalau Tanwir Tahun 2007 ini mempunyai arti yang sangat penting dan strategis bagi perjalanan Persyarikatan ke depan. Melalui Tanwir ini diharapkan dapat dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan keputusan Mukatamar ke-45 dan atas hasil evaluasi itu dapat ditetapkan langkah-langkah selanjutnya yang dapat lebih mendekatkan Persyarikatan pada pencapaian sasaran-sasaran yang diamanatkan Muktamar.

Sesuai kondisi internal dan situasi eksternal, baik nasional maupun global yang dihadapi Persyarikatan, Tanwir kali ini mengangkat tema : "Pencerahan Gerakan untuk Kemajuan Bangsa". Dengan tema seperti itu, fokus pembahasan dalam Tanwir tahun 2007 ini diarahkan pada upaya pencerahan, revitalisasi, konsolidasi terhadap tubuh Persyarikatan, sesuai problematika yang dihadapi Persyarikatan selama hampir dua tahun mengoperasionalkan keputusan Muktamar ke-45. Disamping itu, dalam Tanwir sekarang ini juga akan dibahas upaya peningkatan peran kebangsaan, keumatan dan kemanusiaan, yang harus dilakukan oleh Persyarikatan, sesuai komitmen yang telah dicanangkan dalam'Ternyatan Pikiran Muhammaiyah Jelang Satu Abad" serta ditegaskan pula dalam Khittah Denpasar 2002.

Diantara permasalahan internal yang kini dihadapi Pesyarikatan adalah permasalahan ideologis yang cukup serius, disamping permasalahan managerial. Ideologi gerakan yang selama ini menjadi landasan dan arah gerakan, akhir-akhir ini mengalami proses pelemahan bahkan pengeroposan, yang kalau tidak ada upaya peneguhan kembali, maka dikhawatirkan Muhammadiyah akan kehilangan ruh gerakannya. Disamping itu kondisi organisasi, baik dalam pengertian statis maupun dinamis juga belum berfungsi secara optimal. Terdapat Cabang dan Ranting yang mengalami stagnasi, selain juga belum optimalnya penyelenggaraan fungsi-fungsi Persyarikatan, seperti tarjih, tabligh, pendidikan, kesehatan, sosial, ekonomi dan sebagainya sesuai tantangan yang dihadapi.

Pelemahan ideologi gerakan itu ditunjukkan misalnya dengan masuk dan meresapnya paham, misi, prinsip pejuangan dan kepentingan pihak atau gerkan lain ke dalam tubuh Persyarikatan dan Amal Usahanya, yang baik secara langsung maupun tidak langsung, baik secara terbuka maupun secara terselubung dapat merugikan dan merusak

Persyarikatan. Infiltrasi paham, misi dan sebagainya ke dalam tubuh Persyarikatan itu antara lain melalui oknum-oknum dalam Persyarikatan sendiri, yang ternyata lebih loyal kepada gerakan lain. Oknum-oknum semacam itu memang berasal dari kalangan aktivis Persyarikatan, Amal Usaha dan Ortom, yang karena lemahnya pemahaman dan komitmennya terhadap ideologi dan identitas Persyarikatan, mereka mudah dipengaruhi dan disusupi ideologi lain, yang akhirnya secara sadar mereka mengembangkan ideologi gerakan lain itu di kalangan Persyarikatan , Amal Usaha dan atau Ortom. Disamping penyusupan paham ke dalam tubuh Persyarikatan, pelemahan ideologi dan identitas Persyarikatan juga ditunjukkan dengan adanya sementara aktivis Persyarikatan, Amal Usaha atau Ortom, yang secara terang-terangan menseponsori, mendirikan dan mengembangkan amal usaha lain yang sejenis dengan amal usaha Muhammadiyah, sehingga amal usaha tersebut mengganggu dan mengancam eksistensi amal usaha Muhammadiyah. Orang-orang semacam ini, meskipun mereka berada dalam Persyarikatan, tapi pada hakekatnya hanya tubuh kasarnya saja yang berada di dalam Persyarikatan, sedang hatinya berada di luar. Mereka lebih mementingkan pihak lain daripada Persyarikatan. Apabila mererka diminta memilih di antara kedua kepentingan, apakah kepentingan Persyarikatan ataukah kepentingan pihak lain, mereka akan memilih dan memenangkan kepentingan pihak lain. Pelemahan ideologi dan identitas Persyarikatan juga ditandai dengan adanya praktek-praktek yang menjadikan Persyarikatan sebagai kendaraan atau batu loncatan untuk meraih posisi tertentu, baik yang bersifat politis, ekonomis atau sosial. Orang masuk dan berkiprah dalam Persyarikatan bukan atas dasar kesadaran dan keyakinan akan kebenaran ideologi Muhammadiyah, melainkan karena tertarik pada kebesaran Muhammadiyah, terutama dari aspek lahiriyahnya . Bagi mereka, potensi Muhammadiyah yang demikian besar, tentu bisa dimanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan tertentu yang bersifat jangka pendek. Sepanjang Muhammadiyah masih bisa dimanfaatkan, mereka memperlihatkan kiprahnya. Namun ketika mereka merasa Muhammadiyah tidak lagi bisa dimanfaatkan, maka mereka mulai mengendorkan aktivitasnya, bahkan akhirnya menghilang dari peredaran.

Menghadapi realitas semacam itu, maka upaya peneguhan dan penguatan kembali ideologi dan identitas Persyarikatan, merupakan sebuah keniscayaan dan keharusan. Dalam rngka inilah Tanwir 2007 diharapkan bisa memberikan terapinya yang tepat, sehingga penyakit yang tengah menjangkiti tubuh Persyarikatan itu bisa segera dienyahkan dari kehidupan Persyarikatan.

Sementara itu kondisi bangsa Indonesia, meskipun era reformasi telah berlangsung lebih dari satu windu lamanya, namun perkembangannya belum menggembirakan dan belum memperlihatkan perubahan yang signifikan. Krisis ekonomi yang telah sekian lama melanda bangsa ini, sampai hari ini belum kunjung teratasi. Demikian pula berbagai macam penyakit dan permaslahan sosial yang membelit kehidupan bangsa ini juga belum berhasil dilepaskan, bahkan nampaknya belitan itu semakin menguat. Angka kemiskinan, pengangguran, kebodohan, keterbelakangan dan kriminalitas nampaknya tidak semakin mengecil melainkan semakin membengkak. Dalam situasi bangsa seperti ini, berbagai musibah dan bencana seperti tsunami, gempa bumi, banjir bandang, tanah longsor, semburan lumpur panas, angin puting beliung susul menyusul melanda sebagian warga

masyarakat yang tinggal di beberapa daerah, sehingga mengakibatkan jatuhnya kurban jiwa dan harta benda yang tidak sedikit serta rusaknya berbagai sarana dan fasilitas umum.

Dalam menghadapi berbagai masalah bangsa yang sangat kopleks itu,sebagaimana ditegaskan dalam Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Jelang Satu Abad, Muhammadiyah sebagai salah satu kekuatan nasional harus terus memainkan pernan sosial-keagamaannya sebagaimana selama ini dilakukan dalam perjalanan sejarahnya. Usia Jelang satu abad telah menempa kematangan Muhammadiyah untuk tidak kenal lelah dalam berkiprah menjalankan misi dakwah dan tajdid untuk kemajuan umat, bangsa dan dunia kemanusiaan. Jika selama ini Muhammaiyah telah menorehkan kepeloporan dalam pemurnian dan pembaruan pemikiran Islam, pengembangan pendidikan Islam, pelayanan kesehatan dan kesejahteraan, serta dalam pembinaan kecerdasan dan kemajuan masyarakat, maka kedepan, selain terus melakukan revitalisasi gerakannya, Muhammadiyah juga harus menjalankan peran-peran baru yang dipandang lebih baik dan lebih bermaslahat bagi kemajuan peradaban. Peran-pean baru yang dapat dikembangkan Muhammadiyah antara lain dalam menjalankan peran politik kebangsaan guna mewujudkan reformasi nasional dan mengawal perjalanan bangsa tanpa terjebak pada politik prkatis yang bersifat jangka pendek dan sarat konflik kepentingan. Dengan bingkai Khittah Ujung Pandang 1971 dan Khittah Denpasar 2002, Muhammadiyah secara proaktif harus menjalankan peran dalam pemberantasan korupsi, penegakan supremasi hukum, pemasyarakatan etika berpolitik, pengembangan sumberdaya manusia, penyelamatan lingkungan hidup dan sumberdaya alam, memperkokoh integrasi nasional, membangun karakter dan moral bangsa, serta peran-peran kebangsaan lainnya yang bersifat pencerahan. Dalam rangka ini semua, Tanwir tahun 2007 ini diharapkan dapat merumuskan langkah-langkah konkrit, yang mudah dicerna dan dilaksanakan oleh semua warga Persyarikatan di seluruh jajaran dan lini organis

Diskusi Terbatas Seni Budaya Islam Majlis Tarjih Dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Print E-mail
Jumat, 16 Pebruari 2007

Rumusan Rekomendasi Diskusi Terbatas Seni Budaya Islam Majlis Tarjih Dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah Hari Ahad Tanggal 24 Desember 2006

Bismillahirrahmanirrahim

Setelah mencermati presentasi makalah yang disampaikan Prof. Dr. Suminto A. Sayuti dan Drs. Iman Chaerul Umam, MA serta curah pendapat yang berkembang dalam diskusi, diperoleh beberapa butir simpulan sebagai berikut:
1. Disadari bahwa telah terjadi kegamangan dalam aktifitas berkesenian di kalangan para pekerja seni, peminat seni dan penikmat seni di lingkungan Muhammadiyah karena tiadanya suasana kondusif yang disebabkan nyaris minimnya ketersediaan berbagai perangkat yang mendukung kegiatan berkesenian.
2. Diyakini bahwa kegiatan berkesenian di tengah masyarakat yang sangat luas cakupannya itu telah dipenuhi berbagai produk kesenian yang tidak ramah terhadap, bahkan berlawanan dengan, ajaran Islam. Karena itu diperlukan kearifan bersama untuk segera menyadari bahwa kegiatan berkesenian merupakan salah satu wahana dakwah Islam amar bil ma’ruf wan nahyi ‘anil munkar yang sama penting dan strategisnya untuk digarap sebagaimana halnya berbagai amal usaha yang telah menjadi perhatian persyarikatan;
3. Sebagai sikap tanggap atas situasi dalam poin 1 dan 2 tersebut di atas diperlukan upaya-upaya strategis dan kon-krit yang melibatkan seluruh potensi dalam persyarikatan. Untuk itu:
3.1. Kepada Majlis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah ditugaskan untuk menyusun tuntunan berkesenian yang lebih menitikberatkan pada prinsip-prinsip Islam yang memposisikan kegiatan berkesenian sebagai salah satu wahana komunikasi etik, yang sarat dengan nilai-nilai estetik dan memelihara nilai-nilai spritual;
3.2. Kepada Majlis Dikti dan Majlis Dikdasmen serta Lembaga Seni Budaya Pimpinan Pusat Muhammadiyah ditugaskan untuk menyusun kerangka dasar apresiasi seni dalam berbagai cakupannya dengan memperhatikan dimensi-dimensi seni tentang Islam, seni bersama Islam serta seni melalui Islam yang diejawantahkan dalam bentuk kurikulum yang diajarkan di sekolah-sekolah serta perguruan-perguruan tinggi di lingkungan Muham-madiyah;
3.3. Kepada Lembaga Seni dan Budaya Pimpinan Pusat Muhammadiyah ditugaskan untuk mendesain acuan dasar praktek berkesenian yang mengimplementasikan poin 3.1 dan 3.2 tersebut di atas dengan sedapat mungkin melibatkan seluruh seniman dan budayawan di lingkungan persyarikatan;
3.4. Kepada Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus Pimpinan Pusat Muhammadiyah ditugaskan untuk membekali para mubaligh Muhammadiyah dan menyampaikannya kepada seluruh warga persyarikatan di seluruh tingkatan, tentang sikap yang benar terhadap kegiatan berkesenian dengan memposisikannnya sebagai salah satu cara dakwah kultural (da’wah bilhal).
4. Langkah-langkah tersebut di atas diharapkan dapat meng­antarkan para seniman dan budayawan di lingkungan Mu­hammadiyah untuk bekerja lebih kreatif dan produktif dalam me­lahirkan karya-karya seni Islam sejalan dengan prinsip dakwah Islam amar bil ma’ruf wan nahyi ‘anil munkar yang dilakukan persyarikatan Muhammadiyah.
Wallahu A’lam bishawab

Yogyakarta, Ahad, 3 Dzulhijjah 1427 H/ 24 Desember 2006 M
Tim Perumus:
Evi Sofia Inayati,
Musthafa W. Hasyim,
Wawan Gunawan Abd. Wahid
PRESIDEN SBY SAMPAIKAN AMANAT DALAM TANWIR ; Muhammadiyah Hadapi Persoalan Ideologis Halaman untuk diprint Beritahu teman
YOGYA (KR) - Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono, dipastikan akan hadir dalam Pembukaan Sidang Tanwir I Muhammadiyah di Inna Garuda Hotel, Kamis (26/4). Sedang pidato pembukaan akan disampaikan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Din Syamsuddin. Pasca pembukaan, sidang pleno pertama akan diisi laporan dari PP dan tanggapan-tanggapan.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Din Syamsuddin kepada Kedaulatan Rakyat, Rabu (25/4) di sela mengunjungi persiapan di Inna Garuda mengemukakan, kepastian akan kehadiran Presiden SBY sudah ada. Sebagaimana kebiasaan di Muhammadiyah, katanya, Presiden SBY dalam hal ini diminta memberikan amanat dalam tanwir dengan tema 'Peneguhan dan Pencerahan Gerakan untuk Kemajuan Bangsa'.

Din mengingatkan, tanwir kali ini merupakan pertemuan tingkat nasional pertama pasca Muktamar Malang, 2005 silam. Tanwir yang keputusannya setingkat di bawah Muktamar ini menjadi ajang evaluasi terhadap pelaksanaan Muktamar ke-45 dan langkah selanjutkan yang dapat mendekatkan Persyarikatan pada pencapaian sasaran yang telah diamanatkan Muktamar.

Sedang Ketua PP Muhammadiyah yang juga panitia pengarah, Dr Haedar Nashir mengemukakan, tanwir kali ini memiliki peran strategis bagi Persyarikatan. Apalagi dalam lingkup internal, katanya, Persyarikatan menghadapi permasalahan ideologis yang cukup serius di samping persoalan managerial. "Ideologi gerakan yang selama ini menjadi landasan dan arah gerakan, akhir-akhir ini mengalami proses pengeroposan. Kalau tidak ada upaya peneguhan kembali, dikhawatirkan Muhammadiyah akan kehilangan ruh gerakannya," tambah Haedar.

Stagnasi

Di sisi lain Haedar menyebutkan, di samping itu, kondisi organisasi baik dalam pengertian statis dan dinamis juga belum berfungsi optimal. "Terdapat Cabang dan Ranting yang mengalami stagnasi. Selain juga belum maksimalnya penyelenggaraan fungsi-fungsi Persyarikatan seperti tarjih, tabligh, pendidikan, kesehatan, sosial dan ekonomi sesuai tantangan yang dihadapi," tambahnya.

Tentu saja mengikuti perjalanan zaman, Muhammadiyah juga tidak mungkin diam dengan persoalan yang dihadapi bangsa ini. Pelbagai persoalan bangsa seperti kemiskinan, pengangguran, kemajemukan, politik global dan lainnya juga menjadi persoalan yang mau tidak mau Muhammadiyah harus ikut serta menanggapinya. "Sebagai salah satu kekuatan nasional, Muhammadiyah harus terus memainkan peranan sosial keagamaannya, sebagaimana selama ini dilakukan dalam perjalanan sejarah. Muhammadiyah tak kenal lelah berkiprah menjalankan misi dakwah dan tajdid untuk kemajuan umat, bangsa dan dunia kemanusiaan," tambah Haedar.

Karena itulah menurut Din dalam forum-forum Muhammadiyah selalu dibahas kondisi objektif kehidupan kebangsaan dengan isu-isu krusial dan aktual nasional maupun global. Muhammadiyah kata Din, tentu tidak akan membiarkan persoalan-persoalan bangsa ini tidak terselesaikan. "Muhammadiyah ingin tampil sebagai problem solver sesuai missi kehadirannya seabad silam," katanya. (Fsy)-
TIDAK PANIK, SBY UMUMKAN KEKUATAN GEMPA
; Muhammadiyah, Sedikit Bicara Banyak Kerja Halaman untuk diprint Beritahu teman

YOGYA (KR) - Sidang Tanwir Muhammadiyah diharapkan dapat melahirkan pemikiran dan gagasan segar untuk memecahkan masalah umat Islam dan Bangsa Indonesia. Mengingat di samping melakukan gerakan keagamaan, Muhammadiyah juga merupakan gerakan sosial ekonomi dan tanggap dengan segala permasalahan.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengemukakan hal tersebut dalam amanat pembukaan Sidang Tanwir I Muhammadiyah 2007, Kamis di Borobudur Room, Inna Garuda Hotel, Kamis (26/4). Pembukaan Tanwir juga dihadiri Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Menhub Hatta Radjasa, Menseskab Sudi Silalahi, Menkes Fadhilah Supari, Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqoddas, Mendiknas Bambang Soedibjo.

Meski diwarnai dengan guncangan gempa yang menurut laporan BMG berkekuatan 5,2 SR, namun tidak ada kepanikan di arena sidang tanwir. Presiden SBY bahkan mengawali pidato dengan mengatakan: “Terimakasih atas khutbah Prof Din yang kritis. Juga ketika Ketua Umum PP Muhammadiyah menyampaikan pidato ada gempa dengan kekuatan 4,1, pusat gempa ada di Selatan Bantul, 34 Km. Sejauh ini tidak ada kerusakan. Semoga ini pertanda ridla Allah dengan niat baik Muhammadiyah untuk membangun bangsa dan negara”. Gempa tersebut terjadi tepat ketika Ketua Umum Din Syamsuddin sedang membacakan iftitah dan mengatakan: “... memang kita harus menyadari bahwa bencana alam yang menimpa bangsa ini adalah musibah yang mengandung ujian dan cobaan....”

Presiden SBY juga mengungkap hormat pada seluruh jajaran Muhammadiyah. Ini menurutnya perlu dilakukan, mengingat betapa besar pengabdian ulama, sesepuh Muhammadiyah dalam meneruskan tugas dalam membina amal usaha Muhammadiyah. Sesungguhnya, keikhlasan dan pengabdian tanpa batas ini yang membuat Persyarikatan terus berkem bang, ikhlas dan amanah adalah merupakan tuntunan Agama Islam.

Mengutip kalimat Bung Karno menurut SBY, Muhammadiyah itu sedikit bicara banyak kerja. “Saya ingin berpesan pada saudara-saudara, supaya berpegang pada motto itu. Ini yang menyebabkan Muhammadiyah menjadi besar,” katanya masih mengutip Bung Karno. Sejalan dengan motto itu menurutnya, dakwah bil hal berkembang, amal usaha Muhammadiyah tersebar di seluruh pelosok tanah air. Rumah sakit berkembang di mana-mana, lembaga pendidikan tidak sedikit jumlahnya meski memang harus diperjuangkan agar sekolah Muhammadiyah menjadi unggul dan lainnya.

Masih Panjang

Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Din Syamsuddin dalam pidato iftitah mengingatkan, bahwa warga Muhammadiyah dan umat Islam umumnya perlu menyadari bahwa perjuangan dakwah masih panjang. Masih banyak belum usai. Banyak tantangan yang menghadang namun kita tidak boleh berpantang. “Sebagai gerakan Islam tertua di Indonesia, Muhammadiyah harus menunaikan tanggung jawab itu paling pertama. Penunaian tanggung jawab itu adalah refleksi keimanan sekaligus komitmen kebangsaan,” katanya.

Bangsa Indonesia memerlukan keseimbangan baru dalam gerak peradaban dan ketersediaan landasan budaya jitu bagi proses perubahan. Politik sebagai manajemen nasional dalam mengendalikan perubahan menurut Din perlu diarahkan pada pencapaian cita-cita kolektif bangsa. “Karena itu perlu ada strategi bersama pelbagai elemen bangsa yang kemudian dijalankan dengan menggalang segala potensi yang ada dalam masyarakat,” katanya.

Sebagai wujud komitmen kebangsaan, menjelang masuk ke abad kedua kehadirannya, Muhammadiyah ingin meningkatkan peran pencerahan terhadap kehidupan bangsa. Karenanya, Muhammadiyah perlu melakukan konsolidasi baik wawasan maupun organisasi dan usaha. “Ketiga faktor ini merupakan kekuatan gerak Muhammadiyah sejak awal kehadirannya,” tambah Din Syamsuddin. (Fsy)-z.
HANYA MEMPERBURUK ISLAM;
Muhammadiyah Serukan Tinggalkan Cara Teror Halaman untuk diprint Beritahu teman

YOGYA (KR) - Muhammadiyah serukan agar jihad umat Islam Indonesia ditujukan untuk mengejar ketertinggalan di bidang pendidikan, ekonomi serta pengembangan SDM. Jihad perlu dilakukan untuk memberantas kebodohan, kemiskinan, keterbelakngan serta kemerosotan akhlak dan martabat manusia.

Laporan PP Muhammadiyah tersebut dibacakan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah HA Rosyad Soleh dalam sidang pertama, Kamis (26/4) sore. Sidang pleno pertama yang diisi laporan PP Muhammadiyah setelah makan malam akan dilanjutkan dengan tanggapan terhadap laporan PP dari PWM dan ortom.

Dalam membacakan laporan HA Rosyad Soleh mengawali pidatonya dengan menyampaikan perasaan dukacita dan berbelangsungkawa dengan meninggalnya beberapa aktivis dan tokoh Muhammadiyah pasca Muktamar ke-45 hingga pelaksanaan Sidang Tanwir. Dalam tanwir dengan tema ‘Peneguhan dan Pencerahan Gerakan untuk Kemajuan Bangsa’ juga dilaporkan pelbgai macam kegiatan dan program yang telah dilaksanakan termasuk perkembangan Muhammadiyah di tingkat internasional.

“Muhammadiyah serukan agar umat Islam Indonesia meninggalkan cara-cara kekerasan apalagi teror. Yang dalam kenyataannya, tidak sesuai dengan karakter dasar umat Islam Indonesia,” katanya. Bahkan kekerasan dan teror hanya akan menimbulkan korban di kalangan muslimin sendiri serta memperburuk citra agama Islam dan umat Islam.

Muhammadiyah menilai, kata Rosyad, cara-cara kekerasan tersebut justru menguntungkan kekuatan Islamophobia. Hal ini justru akan mudah mendapatkan pembenaran dalam menstigmakan Islam sebagai agama yang kasar dan bengis, serta dapat memosisikan umat Islam Indonesia dan dunia dalam killing ground.

Bank Syariah

Dalam laporan PP Muhammadiyah setebal 70 halaman tersebut juga dilaporkan kondisi dan perkembangan Bank Persyarikatan Indonesia (BPI). Kondisi dan perkembangan bank yang di dalam Sidang Tanwir Mataran (2004) pernah menjadi pembicaraan panjang disebutkan sekarang berada dalam perkembangan baik. Kini katanya, BPI dalam kondisi sehat di bawah manajemen Bank Bukopin.(Fsy)-c.
SEKITAR 1/4 PT MUHAMMADIYAH YANG BERKUALITAS
; Banyak Sekolah Andalkan Keikhlasan Halaman untuk diprint Beritahu teman

YOGYA (KR) - ‘Sentilan’ Presiden SBY agar Muhammadiyah mampu meningkatkan kualitas Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) mendapat tanggapan positif pakar pendidikan Prof Zamroni PhD. Zamroni yang juga mantan Ketua Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah ini mengakui, dari sekitar 167 PTM tidak ada seperempat (yang berkualitas. Di sisi lain, tidak sedikit sekolah Muhammadiyah hanya mengandalkan keikhlasan.

“Karena itu, upaya peningkatan mutu PTM memang harus disuarakan pula dalam pertemuan di sini baik peningkatan kualitas, manajemen maupun SDM. Sebab harus diakui, bila sekolah Muhammadiyah memang berada di bawah yang lain,” katanya kepada wartawan, usai Pembukaan Sidang Tanwir Muhammadiyah di Inna Garuda Hotel, Kamis (26/4). Hal tersebut dikemukakan, terkait adanya pernyataan presiden dalam pidato pembukaan yang tidak meragukan jumlah PTM, namun harus mampu meningkatkan kualitas PTM dan lembaga pendidikan lain yang tersebar di tanah air.

Dikatakan, peningkatan mutu pendidikan memang harus dilakukan sejak dini di seluruh lini. Karena itu kelompok-kelompok pendidikan juga perlu mengembangkan diri serta ada kerja sama dalam bidang studi. Di tingkat perguruan tinggi, katanya, ada pertemuan LPTK PTM yang mengkaji masalah peningkatan kualitas tersebut.

“Untuk peningkatan kualitas ini memang tidak harus dengan orang baru, tetapi diperlukan penyegaran dari mereka,” katanya.

Zamroni, Bendahara PP Muhammadiyah yang juga Direktur Profesi Pendidik Depdiknas mengemukakan, hingga sekarang masih banyak sekolah Muhammadiyah yang hidup mengandalkan keikhlasan. Meski ikhlas bukan merupakan hal yang buruk namun harus diakui bila di zaman sekarang tidak mungkin kemudian membuat sekolah ‘asal jalan’. Jika semua ini masih terjadi menurutnya karena masih banyak sekolah Muhammadiyah yang dikelola dengan paradigma lama. (Fsy)-s.

Strategi Kebudayaan Muhammadiyah


Kamis, 02 Pebruari 2006
Menentukan strategi kebudayaan adalah langkah untuk menentukan titik paling strategis dalam mengelola kebudayaan. Untuk ini terdapat berbagai-bagai teori dan pendekatan tentang kebudayaan itu sendiri. Karena saking banyaknya, lebih dari 200 defiinisi kebudayaan yang ini menunjukkan betapa luas spektrum pemaknaan terhadap gejala budaya manusia, juga menunjukkan betapa kaya kemungkinan yang muncul dari gejala budaya manusia itu, maka untuk memudahkan langkah Muhammadiyah dalam menentukan strategi kebudayaannya, mau tidak mau harus memiluh paing tidak 4 teori dan pendekatan. Yaitu memandang kebudayan sebagai kata benda, dalam arti lewat produk budaya kita mendefinisikan dan mengelola kebudayaan itu. Teori produk budaya ini juga penting karena semua hasil budaya yang ada di muka bumi merupakan produk budaya kolektif manusia. Identitas budaya dapat dilihat dari pendektana ini.
Pendekatan kedua, memandang kebudayan sebagai kata kerja, yang antara lain dikemukakan pleh van peursen. Pendekatan ini juga penting untuk difahami, karena akan mampu menjelaskan kepada kita bagaimana proses-prsoes budaya itu terjadi di tengah kehidupan kita ini. Produk-produk budaya yang kita pahami lewat pendekatan pertama di atas ternyata juga menyiratkan adanya proses-proses budaya manusia yang ileh van Peursen disebut ada tiga terminal prsoes budaya. Kehidupan mistis dimana imtos berkuasa, atau kuasa mutos mengemudikan arah kebduayaan suatu masyarakat, dilanjutkan dengan hadirnya kehidupan ontologis dan yang terakhir adalah kehidupan fungsional yang hari-hari ini ;lebih mendominasi kehidupan budaya kita.
Pendekatan ketiga, memandanng kebudayaa sebagai kata sifat. Ini untuk membedakan mana kehidupan yang berbudaya dan tidak berbudaya, membebdakan antara manusia yang bebruaya dan makhluk lain seperti hewan dan benda-benda yang tidak memiliki potensi budaya. Dalam memandang kebudyaan sebagai kata sifat maka unsur nilai-nilai menjadi penting. Kebudayaan dikonstrksi sebagai konfigurasi nilai-nilai atau sebagai kompeksitas nilai-nilai yang kemudian beroperasi pada berbagai-bagai level kehidupan. Konfigurasi nilai dan kompleksitas nilai yang dimiliki berbagai komunitas budaya yang berbeda kemudian melajirkan konstruksi budaya yang berbeda-beda pada komunitas budaya itu. Ini yang menyebabkan meski komunitas-komunitas itu sama-sama beragama islam, ternyata konstruksi budaya kita semua menjadi berbeda-beda. Komunitas Muslim Mesir berbeda dengan Arab Saudi, Iran, Irak, India, Indonesia misalnya. Dan untuk Indonesia saja, konstruksi budaya yang diwarnai oleh nilai Islam di Aceh berbeda dengan yang ada di Minang, Sunda, Jawa, Madura, Banjar, Bugis, Sasak dan Ambon misalnya..
Pendekatan keeempat, memandang kebudayaan sebagai kata keadaan, Kondisi-kondisi budaya tertentu menjadi menentukan wajah kebudayaan. Menurut bahasa Al Qur’an, ada kondisi kebudayaan yang mampu mencerminkan kondisi ahsanu taqwim manusia, dan ada pula yang kebudayaan yang sudah jatuh dan mencerminkan kondisi asfalu safilin. Beragai kaum yang diwartakan Al Qur’an menunjukkan bagaimana kondisi-kondisi kebduayaan itu menunjukkan mereka berada pada titik paling destruktif terhadap kemanduaiaannya, atau berad apada puncak kejayaannya. Dalam konteks kehidupan kolektif maka kondisi qoryah tayyibah, baldah tayyibah, baladul amin, madinatul fadhilah dan semacamnya menunjukkan beradanya kondisi budaya komunitas manusia yang telah sampai pada tataran tinggi.
Strategi kebudayaan Muhammadiyah mau dialamatkan kemana? (Bahan zul, tof. Tulisan: tof)
Dakwah Muhammadiyah di Tengah Hegemoni Partai Politik
Print E-mail
Kamis, 02 Pebruari 2006
Oleh: Ahmad Haidar

Persyarikatan Muhammadiyah dalam perjalanan dakwahnya sering bersinggungan dengan permasalahan politik. Dalam memasuki Pemilu atau pemilihan kepala daerah (Pilkada) misalnya,
Muhammadiyah mau tidak mau harus mengambil sikap politik dalam kerangka menegakkan moralitas bangsa dalam berpolitik. Sikap politik tersebut penting untuk diambil demi menjaga kader-kader Muhammadiyah di tingkatan grass root (akar rumput) agar tidak membawa Muhammadiyah masuk dalam politik praktis walaupun secara institusional Muhammadiyah membebaskan setiap warga Muhammadiyah untuk bersimpati dan berafiliasi ke partai politik (Parpol) manapun. Namun Muhammadiyah sering dihadapkan pilihan-pilihan yang sifatnya dharurat (terpaksa) untuk masuk dalam kancah politik praktis, misalnya Muhammadiyah harus mengambil sikap mendukung calon presiden atau kepala daerah tertentu demi menyelamatkan kepentingan dakwah Muhammadiyah. Akan tetapi Muhammadiyah tidak harus terjebak dalam pilihan sulit untuk masuk kawasan politik praktis apabila Muhammadiyah memiliki langkah antisipasi. Muktamar Muhammadiyah ke-45 yang berlangsung di kota Malang beberapa waktu yang lalu merupakan saat bagi persyarikatan untuk merumuskan langkah politik moral (moral force) yang cerdas demi menyelamatkan Muhammadiyah dari jebakan politik praktis.


Muhammadiyah Diuntungkan

Prinsip Muhammadiyah harus diuntungkan dalam setiap pengambilan langkah politik moral hendaknya menjadi pegangan bagi pimpinan dan kader persyarikatan. Bukan berarti ketika Muhammadiyah mempunyai prinsip harus untung maka Muhammadiyah tidak lagi menjadi organisasi yang komitmen terhadap penegakan dakwah amar ma'ruf nahi munkar dan sebaliknya menjadi organisasi bermental "kapitalis" yang hanya mengejar keuntungan duniawi semata.

Sebagai sebuah organisasi masa (Ormas) yang cerdas tentu Muhammadiyah dalam berdakwah harus mempertimbangkan betul efisiensi dan efektifitas dalam berdakwah. Artinya keikhlasan dan pengorbanan para pemimpin dan kader Muhammadiyah dalam berjuang hendaknya diimbangi dengan planning (perencanaan) strategi dan taktik yang matang. Meminjam istilahnya Amien Rais strategi ialah siasat atau tipu daya untuk mengalahkan lawan yang sifatnya jangka panjang, sedangkan taktik adalah siasat atau tipu daya yang bersifat temporer. Jadi strategi dan siasat sangat dibutuhkan oleh Muhammadiyah agar tidak dikatakan oleh orang lain sebagai organisasi yang bodoh karena tidak mengalami perkembangan namun terus mengalami kemerosotan.

Kaitannya dengan bagaimana berpolitik moral yang menguntungkan, maka Muhammadiyah perlu menyusun strategi maupun siasat yang brilian agar Muhammadiyah tidak terjerembab dalam pusaran politik praktis. Muhammadiyah yang besar dari segi massa dan amal usaha menjadi incaran empuk bagi Parpol manapun demi memenuhi hasrat kekuasaan mereka. Pada momen Pemilu atau Pilkada misalnya banyak tokoh Parpol yang mendekati pimpinan Muhammadiyah dengan tujuan agar Muhammadiyah memberikan dukungan moral maupun materiil kepada Parpol itu untuk duduk di pemerintahan. Tentu dengan dukungan itu Muhammadiyah mendapatkan kompensasi tertentu. Tawaran Parpol kepada Muhammadiyah agar terjun ke politik praktis memang sangat menggiurkan.

Dalam sebuah contoh kasus misalnya Parpol A yang tergolong partai besar mengajak Muhammadiyah untuk bekerjasama dalam pencalonan presiden atau kepala daerah. Parpol A menawarkan kepada Muhammadiyah agar kadernya ada yang didelegasikan menjadi calon presiden atau kepala daerah, sedangkan sebagai wakilnya berasal dari Parpol A. Parpol A juga menawarkan bahwa seluruh pendanaan akan ditanggung oleh Parpol A. Tentu Muhammadiyah akan berpikir keras untuk menerima atau menolak tawaran itu karena jika menerima maka Muhammadiyah akan dikatakan telah bermain politik praktis sedangkan jika menolak maka akan hilang kesempatan baik untuk memperkuat pengaruh Muhammadidiyah di kekuasaan. Salah-salah apabila Muhammadiyah tidak bisa bermain cantik dan cerdas maka Muhammadiyah akan benar-benar terjun ke dunia politik praktis. Itulah pentingnya prinsip untung dalam berpolitik moral, Muhammadiyah tetap murni terjaga sebagai gerakan nonpartisan dan juga mampu berperan aktif memberikan pencerahan dan perbaikan di kancah politik dan pemerintahan.


Komitmen di Jalur Politik Moral

Untuk menjaga persyarikatan Muhammadiyah agar tidak terjerembab dalam pusaran politik praktis maka pimpinan dan kader Mulammadiyah harus memantapkan pilihan untuk memposisikan Muhammadiyah sebagai gerakan nonpartisan. Muhammadiyah akan lebih selamat ketika menjadi kelompok penengah (wasith) dalam percaturan politik lokal maupun nasional.

Memang sangat susah ketika Muhammadiyah berperan sebagai penengah tatkala tidak memiliki kader-kader yang militan dan memiliki SDM (Sumber Daya Manusia) yang handal. Apalagi jika Muhammadiyah tidak siap mengkader pengikutnya untuk diterjunkan dalam berbagai aspek kehidupan, baik ekonomi, politik, sosial dan budaya maka Muhammadiyah tidak akan disegani bahkan akan mudah diperalat oleh orang lain.

Institusi pendidikan yang merupakan kebanggaan warga persyarikaran hendaknya dijadikan basis pembinaan akhlak dan intelektual bagi umat Islam umumnya dan kader persyarikatan khususnya agar mereka bisa menjadi intelektual yang profesional dan komitmen terhadap dakwah Muhammadiyah. Institusi pendidikan Muhammadiyah jangan hanya dijadikan sarana transformasi ilmu dan nilai semata sebab akan tidak produktif bagi persyarikatan. Intelektual yang profesional dan komitmen terhadap dakwah Muhammadiyah merupakan harapan untuk menghantarkan Muhammadiyah mewujudkan cita-cita luhurnya yaitu baldatun thayyibatun warabbun ghafuur, sebab intlektual yang profesional tidak akan mudah goyah dengan tawaran kekuasaan (jabatan). Sedang intelektual yang mempunyai komitmen terhadap Muhammadiyah akan terus menjaga khitah perjuangan Muhammadiyah.

Cita-cita luhur Muhammadiyah harus terus diposisikan lebih utama daripada kepentingan politik praktis yang hanya menguntungkan Muhammadiyah untuk sesaat. Meminjam istilahnya Fazlur Rahman apabila yang ideal (cita-cita) tidak berada dalam posisi yang lebih tinggi, maka kesadaran nurani akan menjadi tumpul. Tentu warga Muhammadiyah tidak ingin melihat Muhammadiyah hancur akibat kadernya terlena oleh kesibukan untuk memperoleh kekuasaan dan lupa akan tugasnya yang utama untuk mewujudkan cita-cita Muhammadiyah.

Penulis adalah Aktifis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Cabang Kabupaten Sleman.
Pemurnian Islam Tidak Menghambat Berkesenian
Print E-mail
Kamis, 02 Pebruari 2006

Suatu hari di tengah terik matahari Zaky anak Ahmad bersama kawan-kawan terlihat sangat asyik memainkan kuda lumpingnya sambil menggeleng-gelengkan kepala. Tampak tatkala Zaky kelelahan, dia pun berpura-pura tergeletak dan meminta minum air putih. Dan di beri minum air putih oleh Mubarok anaknya bapak Haji Sabar. Baik Zaky maupun Mubarok adalah anak tokoh Muhammadiyah di kampong Anom.
Masyarakat kampong Anom 90 % merupakan jamaah Muhammadiyah. Ormas Islam Modernis yang telah mencanangkan dakwah cultural sebagai salah satu strategi melanggengkan kebudayaan yang ada di pedesaan. Pedesaan di jadikan bagian dari sasaran dakwah Muhammadiyah, karena senyatanya belakangan warga desa juga mengikuti Muhammadiyah yang dikenal puritan.
Sebagai ormas Islam, Muhammadiyah sangat kental dengan predikat “pemurnian”, sehingga kesannya angker, sebab banyak dari warga pedesaan khususnya merasa segala aktivitas berkesenian akan dilarang. Muhammadiyah dianggapnya anti berkesenian. Padahal, tidak semua kesenian itu bertentangan dengan ajaran Islam. Kesenian sendiri adalah produk manusia. Karena itu kesenian adalah kebudayaan. Seperti halnya pemahaman terhadap kitab suci, itu adalah produk manusia, sehingga hasil pemahaman atas kitab suci adalah relative, tidak ada yang mutlak benar. Demikian pula kesenian, itu relative, tergantung darimana dan bagaimana bentuk kesenaiannya.
Ahmad Tohari, penulis Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, berkisah bahwa Muhammadiyah itu kering dalam berdakwah, sebab kurang berkesenian. Padahal tidak semua jenis kesenian itu bertentangan dengan Islam. Banyak hal-hal yang sebenarnya bisa dipakai untuk berdakwah. Semestinya para dai melakukan imporovisasi yang menghasilkan kesenaian-kesenian baru yang dapat dijadikan sarana dakwah, bukan melarang seluruh jenis kesenian. Wayangan misalnya, tidak akan menjadi sirik jika yang diambil adalah ajaran tentang budi pekerti anak pada orang tua, kata budayawan asal Banyumas.
Menurut Tohari, demikian katanya : “Yang harus dilakukan sekarang adalah bagaimana kesenaian atau budaya yang tidak sesuai dengan Islam disesuaikan dengan ajaran Islam. Bila kita melihat adanya vulgarisme budaya, hal itu karena kurangnya kesenian dalam kehidupan, sehingga tidak ada lagi kehalusan dalam kehidupan. Mestinya orang Muhammadiyah banyak melakukan eksperimen kesenian sehingga tidak gampang mengatakan bahwa ini tidak Islami, sebab banyak kebudayaan yang bisa menjadi Islami, semua tergantung bagaimana kemasan dan mengaktualisasikannya”, tandas budayawan asli Banyumas.
Sementara Syamsul Hadi, salah satu tokoh Muhammadiyah dari Yogyakarta, mengatakan boleh saja Muhammadiyah melakukan eksperimen yang memunculkan strategi budaya baru, namun jangan terlalu cepat di ekspos ke public, hingga nanti acceptable baru di launching, mengingatkan. Yang terpenting adalah bagaimana eksperimentasi budaya tersebut tidak menimbulkan kontroversi di masyarakat, sebab diakuinya dalam Muhammadiyah masih banyak yang belum menerima konsep kebudayaan, karena kebudayaan seringkali dikategorikan sebagai hal-hal yang akan merusak akidah seseorang, selain juga dekat dengan bidah dan khurafat, kata Dekan Fakultas Ilmu Budaya UGM.
Jika menengok Muhammadiyah, pengajar UGM dan FAI UMY ini menambahkan, budaya yang bagus sebenarnya telah tertanam dalam Muhammadiyah, seperti budaya tidak korupsi, sehingga sampai sekarang tidak ada orang Muhammadiyah yang terjerat kasus korupsi, sebagaimana sekarang sering terpampang di media massa, tokoh politik terjerat kasus korupsi. Ini salah satu kelebihan Muhammadiyah, sebab Muhammadiyah bukan organisasi politik, sehingga jauh dari budaya korupsi yang sering menjangkiti perilaku-perilaku politisi di negeri kita, tambah ahli sastra Arab UGM.
Jika akan disimpulkan, sebebanrya budaya yang dilahirkan Muhammadiyah adalah budaya yang tidak melahirkan korupsi, budaya saling terbuka, dan budaya diskusi, bukan budaya yang melahirkan kontroversi. Sehingga tidak ada eksperimen yang menjilat kelompok lain. Ke depan, kata Syamsul, yang harus dilakukan adalah bagaimana Muhammadiyah mengembangkan budaya yang mengandung spirit Islam, sehingga eksperimen kebudyaaan Muhammaidyah adalah kebudayaan yang maujud dalam bentuk kegiatan seperti Bank Syariah yang dijiwai Islam.
Semua itu, lanjut mantan Ketua Jurusan Sastra Arab UGM, didasarkan pada sikap amanah yang tinggi dari setiap orang untuk mengembangkan kemampuannya. Hanya dengan sikap amanah inilah, segala sesuatu akan bisa berjalan lancar, tidak muncul kemunafikan di mana-mana.
Kekhawatiran adanya pergeseran budaya di sinyalir oleh Triman Laksana, dengan mengatakan bahwa “Saat ini telah terjadi degradasi kebudayaan. Semua itu berpangkal pada adanya pencangkokaan budaya Eropa-Amerika, sehingga sudah Amerika minded, dengan meninggalkan budaya local”.
Sastrawan asal Jawa Tengah yang tinggal di Magelang ini mengingatkan, khususnya kaum mudanya agar tidak terhipnotis dengan budaya-budaya asing, yang tampaknya serba glamour dan menjanjikan. Sebab semua itu hanya tampak luar saja, tetapi sejatinya menghapus kekayaan-kekayaan budaya local yang kita punyai. Padahal budaya local kita tidak kalah arifnya dibanding budaya asing tersebut.
Di situlah, lanjut, Budayawan Jawa Tengah ini mengatakan perlunya Muhammadiyah mengembangkan moralitas yang santun, etik dan bijaksana, sehingga dakwah-dakwah Muhammadiyah tidak lagi bersifat justifikasi halal-haram atas fenomena yang terjadi di masyarakat. Muhammadiyah harus memainkan segala instrument budaya dalam masyarakat, sehingga rakyat yang sudah menderita tidak tambah menderita karena terus-menerus harus bersabar.

Benturan Budaya
Sekarang ini tengah berkembang penetrasi budaya kapitalis di negeir ini. Munculnya sinetron-sinetron di televise yang menjual religiusitas dan mistik, adalah bentuk lain dari penetrasi budaya kapitalis, sehingga apa saja yang dianggap laku bagi masyarakat diproduksi untuk konsumsi public. Di sini umat Islam tampak sekali terpengaruh dengan penetrasi budaya kapitalis yang tampak anggun dan menawarkan keberkahan, padahal itu menyesatkan, tandas Triman Laksana.
Tayangan Rahasia Ilahi yang sering menayangkan kuburan dan mayat itu menyebabkan anak-anak kita tidak lagi takut pada mayat dan kuburan, padahal bukan itu maksud dari mengapa kita harus mengingat mati, Triman bertanya.
Sungguh inilah budaya yang salah kaprah tengah melanda kita semua, sehingga dibutuhkan sebuah strategi budaya yang dapat dinikmtai public, tanpa harus kehilangan substansi nilai dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Muhammadiyah, seharusnya berada di sana untuk mengemban dakwahnya yang apresiatif dengan kultur local, bukan membabat habis kultur local dengan dalih pemurnian. Pemurnian akidah tidak sama dengan pemurnian budaya dan berkesenian, sebab kesenian tidak seluruhnya sirik.
Sebenarnya, tayangan-tayangan televise yang tidak reaslitaik seperti dalam sinteron religius dan sebagainya adalah cermin rendahnya budaya kita. Itu semua hanya budaya pop yang munculnya sepenggal-sepengal, sehingga memang tidak ada substansinya, kata Cahyono Widiono.
Budaya pop sebenanrya dapat diimbangi dengan budaya yang adi luhung, seperti nilai-nilai universal, kemanusiaan dan kejujuran misalnya, tetapi apa yang terjadi? Yang dikonsumsi banyak ornag adalah yang rendah nilainya, sehingga korupsi seakan-akan menjadi budaya bangsa. Padahal korupsi adalah rendah nilainya, karena sangat merugikan orang lain, apalagi jika dilihat dari agama, korupsi itu dosa besar, tetapi terus dilakukan oleh orang beragama juga.
Di situlah, Muhammadiyah dan NU seharusnya dapat mengatasi tabrakan-tabrakan budaya, antara yang nilainya rendah dengan yang budaya tinggi dengan mengembangkan strategi kebudayaan yang terdapat dalam metode dakwah. Tambahan lagi masing-masing ormas Islam, seperti NU dan Muhammadiyah sama-sama memiliki lembaga budaya. Oleh karena itu, kita ngomong masalah budaya Islam, lalu referensinya baju takwa, bukan ini substansinya. Sebab baju takwa itu solusi yang instant,. Yang penting adalah substansi dari budaya adi luhung yang harus dikembangkan, lanjut guru SMA Negeri I Ngawi Jawa Timur.
Senada dengan Widiono, bahwa kita sedang tergerus akar budayanya, diakui pula oleh Sugiarti, MA, dosen FKIP UM. Malang. Kita telah lari meninggalkan filosofi kebudayaan kita sendiri, dengan mengambil budaya lain dengan kuatnya. Karena itu, lanjut mantan Kepala Kajian Budaya UM. Malang ini, berharap Muhammadiyah bisa mengambil peran dalam kritik atas tayangan-tayangan sinetron di televise yang merendahkan martabat perempuan, khususnya ABG yang ditampilkan dengan pakaian seronok. Apa yang ditampilkan sebenarnya bagian dari kampanye kapitalisme global yang akan terus merendahkan martabat bangsa tetapi kurang disadari, bahkan menjadi idola, kaum muda khususnya.
Oleh sebab itu, lanjut dosen FKIP UM. Malang, Muhammadiyah sudah seharusnya mempersiapkan strategi budaya yang lebh bagus, tetapi jangan asal beda saja. Muhamamdiyah juga jangan terkungkung pada yang sudah ada saja. Harus ada inovasi-inovasi sebab inovasi ini toh tidak menghilangkan misi pemurnian Islam.
Usulan konkrit tantang bagaimana staratgei budaya harus dilakukan, dikemukakan oleh Dr. Bayu Wahyono, dengan mengagendakan perlunya penguatan masyarakat local (desa) dengan memakai produk-produk mereka dalam acara kenduri atau tasyakuran. Misalnya dengan membeli produk-produk makanan seperti lumpia, lapis dan seterusnya dari mereka sendiri. Demikian juga tempatnya. Besek misalnya, sebagai ganti dari kardus yang tampak lebih keren, tetapi dengan memakai besek sebenarnya strategi penguatan masyartakat local sedikit-demi sedikit ditingkatkan, kata Ketua STIE SBI Yogyakarta.
Di sanalah pentingnya sebuah strategi kebudayaan yang baru, yang bisa diakses oleh masyarakat luas. Strategi budaya yang mengakomodir kesenaian local dan produk local tidak seluruhnya bertentangan dengan misi pemrunian Islam. (Tulisan ZQ, bahan Ies, Den dan Fi)
Revitalisasi Dakwah Muhammadiyah
Print E-mail
Kamis, 02 Pebruari 2006
Oleh Haedar Nashir

Revitalisasi dakwah Muhammadiyah merupakan proses penguatan kembali langkah-langkah dakwah baik yang bersifat kuantitas maupun kualitas dalam seluruh aspek kehidupan menunju terwujudnya kehidupan yang Islami. Peningkatan intensitas dan kualitas dakwah Muhammadiyah tersebut termasuk satu agenda penting yang diamanatkan oleh Muktamar ke-45 tahun 2005 di Malang. Dalam jangka panjang (2005-2025), dengan intensitas (kuantitas) dan kualitas dakwah Muhammadiyah yang semakin tinggi dan maju, diharapkan agar dakwah Muhammadiyah benar-benar berpengaruh langsung dalam membentuk kehidupan masyarakat yang Islami. Dengan kehidupan masyarakat yang Islami maka akan terbentuk masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Revitalisasi dakwah Muhammadiyah pada saat ini dan masa datang menjadi sangat penting mengingat berbagai masalah dan tantangan yang dihadapi. Pertama, masalah-masalah yang tumbuh di masayarakat semakin kompleks dan meluas seperti krisis moral di berbagai bidang kehidupan, kekerasan dalam bermacam-macam bentuk, perilaku sosial yang semakin beraneka-ragam lepas atau semakin menjauh dari nilai-nilai keagamaan, penindasan manusia atas manusia dalam beragam corak, pengrusakan lingkungan dan alam kehidupan yang semakin semena-mena, dan berbagai penyakit kehidupan lainnya dari yang terselubung hingga terang-terangan. Itulah gambaran dari kehidupan yang anomali (penuh penyimpangan) dan mengalami disorientasi (keterputusan nilai dan arah kehidupan), sehingga manusia semakin menyerupai perilaku hewan yang buas tetapi cerdik, bahkan dalam Al-Quran dikatakan ”bal hum adhallun”, malahan jauh lebih ganas ketimbang binatang.

Kedua, semakin berkembangnya berbagai pemikiran yang kestrem atau radikal dari yang cenderung radikal konservatif-fundamentalistik hingga radikal liberal-sekularistik, yang menimbulkan pertentangan yang kian tajam dan hingga batas tertentu kehilangan jangkar teologis dan moral yang kokoh dalam menghadapi gelombang kehidupan modern yang dahsyat. Setiap radikalisme atau ekstrimitas apapun bentuknya selalu melahirkan ketimpangan dan mengundang banyak benturan. Ekstrem konservatif memang memberi peneguhan pada kemapanan beragama, tetapi menjadi naif dan kehilangan kecerdasan dalam menghadapi kehidupan yang serba kompleks. Esktrem liberal memberi horizon yang cerdas atau luas tetapi sering kehilangan pijakan nilai dan moral yang kokoh sehingga memberi ruang pada sekularisasi bahkan nihilisme kehidupan. Di sinilah pentingnya wawasan baru pemikiran dan gerakan dakwah Muhammadiyah yang berdimensi pemurnian (purifikasi) sekaligus pembaruan (tajdid, dinamisasi) yang harus semakin kaya (bergizi tinggi) tanpa harus terseret pada polarisasi yang ekstrem.

Ketiga, semakin berperan dan meluasnya para juru dakwah kontemporer di media massa elektronik dan majelis-majelis taklim yang mempengaruhi ruang publik umat sedemikian rupa. Kehadiran dakwah media-elektronik dan majelis-majelis taklim maupun majelis-dzikir yang menguasai ruang publik umat dan masyarakat saat ini seungguh merupakan fenomena baru yang berhasil menggeser peran-peran dakwah konvensional yang selama ini dilakukan oleh organisasi-organisasi Islam besar seperti Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama, Persatuan Islam, Dewan Dakwah Islam Indonesia, Al-Irsyad, dan lain-lain. Memang fenomena dakwah kontemporer tersebut merupakan hal positif dan bahkan dapat dijadikan kekuatan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiq al-khairat). Namun di sisi lain juga memunculkan dampak berupa agama yang cenderung ”instan”, tak ubahnya obat generik yang sekadar memblok rasa sakit. Tetapi dakwah yang seperti itu apapaun kekurangannya kini jauh lebih populer dan mengalahkan model-model dakwah maupun sosok juru dakwah gaya lama. Di sinilah pentingnya pembaruan model dakwah Muhammadiyah di tengah tuntutan pasar yang sedemikian dihinggapi budaya populer tetapi harus bersifat mencerdaskan, mencerahkan, dan membebaskan.

Keempat, semakin berperannya media massa baik cetak apalagi elektronik dalam mempengaruhi, membentuk, dan mengubah orientasi hidup manusia modern saat ini. Dengan kata lain media massa modern tersebut sebenarnya telah menjelma menjadi ”organisasi dakwah” yang berwajah lain, sekaligus menjadi pesaing tangguh organisasi-organisasi dakwah Islam yang selama ini berkiprah di belantara kehidupan umat dan masyarakat. Pengaruh dan daya jelajah media massa bahkan sangat spektakuler, sehingga dalam hitungan detik per detik dapat menjangkau setiap relung kehidupan manusia di mana pun dan kapan pun tanpa harus permisi atau minta idzin. Televisi misalnya secara anarkhis atau bebas sebebas-bebasnya dapat langsung mengunjungi balita, remaja, orangtua, dan sispapun tanpa harus ketuk pintu. Hal itu sangat berbeda dengan kegiatan dan langkah organisasi dakwah yang konvensional, yang datang ke rumah siapapun harus minta idzin terlebih dulu. Televisi bukan hanya dapat dengan sekejap membangkitkan orang untuk hidup, tetapi pada saat yang sama dapat membunuh orang tanpa prosedur apapun. Di sinilah kedahsyatan peran media massa modern, yang menjadi lawan tanding gerakan-gerakan dakwah, sekaligus sebenarnya dapat dimanfaatkan sebagai alat dakwah paling canggih.

Mengingat berbagai masalah, tantangan, dan kecenderungan yang demikian kompleks tersebut maka sungguh sangat mendesak bagi Muhammadiyah untuk meningkatkan dan memperbarui sistem dakwahnya secara menyeluruh. Langkah-langkah pembenahan dan pembaruan harus dilakukan, antara lain melalui sejumlah agenda penting: (1) Pembaruan sistem dakwah meluputi tinjauan ulang dan perumusan pemikiran, konsep, dan model dakwah secara simlultan; (2) Penyiapan tenaga-tenaga atau juru dakwah di berbagai level yang berkualitas baik dari segi komitmen, kemampuan, pengalaman, dan keahlian; (3) Penguatan infrastruktur dakwah meliputi pengadaan daya dukung sarana, prasarana, dana, dan instrumen-instrumen lain untuk meyukseskan pelaksanaan program dan kegiatan; (4) Memperkuat dan memperluas jaringan ke berbagai pihak, selain membangun sinergi dan soliditas ke dalam, yang dapat memperluas daya sentripetal gerakan dakwah; dan (5) Memperkuiat dan memperluas aksi-aksi dakwah yang bersifat langsung baik ke tingkat masyarakat menengah dan elite maupun massa-bawah atau akar-rumput dengan pendekatan-pendekatan baru yang lebih tepat-sasaran sebagaimana spirit dakwah kultural dengan menghindari cara-cara dakwah yang konfrontatif sebagaimana selama ini sering mewarnai langkah dakwah di sebagian kalangan Persyarikatan tanpa harus mengorbankan prinsip-prinsip ajaran Islam yang menjadi paham Muhammadiyah.

Karena itu kini sangat diperlukan menggerakkan seluruh potensi Muhammadiyah untuk kepentingan revitalisasi dakwah yang demikian mulia, penting, dan strategis bagi masa depan umat, bangsa, dan dunia kemanusiaan. Mengemban dakwah yang berkualitas berarti meneladani sekaligus melangsungkan risalah dakwan Nabi Muhammad untuk membawa misi Rahmatan lil-‘Alamin di muka bumi ini. Maka sudah tak ada waktu lagi untuk centang peranang, apalagi gaduh dengan soal-soal sepela. Mari bangkitkan kembali ruh atau sukma dakwah Muhammadiyah ke arah yang lebih maju dan maslahat bagi kehidupan. Insya Allah selalu banyak jalan terbentang bagi siapapun yang mau bersungguh-sungguh. Man jahada fîna lanahdiyannahum subûlana.
Mengubah Strategi Kaderisasi Print E-mail
Kamis, 02 Pebruari 2006
Oleh: ABU SU’UD

Mukadimah

Tiga belas tokoh yang tercantum dalam komposisi PWM hasil Musywil Purwokerto merupakan wujud kepemimpinana Muhammadiyah Jawa Tengah, yang dipimpin oleh para ulama, dalam pengertian lulusan pendidikan keagamaan secara formal. Tentu saja komposisi semacam itu tidak ada buruknya, karena persyarikatan Muhammadiyah sejak mulai didirikan terdiri dari para ulama. Nyaris terkesan seperti kepemimpinan syuriah NU. Namun tidaklah salah seandainya diperlukan sebuah komposisi yang lebih integrative di masa-masa yang akan dating. Kesan yang timbul kalau komposisi kepemimpinan itu hanya terdiri dari para ulama yang memiliki latar belakang pendidikan agama saja akan membuka peluang bagi kesan atau anggapan bahwa Muhammadiyah Jawa Tengah tidak memiliki SDM yang bervariasi.
Sudah harus dimulai mencari tokoh-tokoh dengan latar belakang pendidikan yang bervariasi pula untuk memimpin persyarikatan di masa-masa yang akan datang.

Pemimpin memang bisa muncul secara tiba-tiba, namun bisa pula dipersiapkan lewat proses kaderisasi.

Proses kaderisasi untuk menjadi penggerak Muhammadiyah harus disiapkan lebih cermat untuk mengantisipasi berbagai masalah yang dihadapi Muhammadiyah di masa depan yang tidak hanya dalam bidang-bidang keagamaan saja. Sebagaimana kita ketahui persyarikatan bukan sekadar gerakan dakwah keagamaan, melainkan sangat bervariasi yang mencakup banyak sekali bidang kegiatan, seperti bidang pendidikan, kesehatan, perekonomian maupun kebudayaan.

Untuk mendapatkan SDM yang bervariasi tersebut sebetulnya tidaklah terlalu susah, karena anggota maupun simpatisan Muhammadiyah sudah ada pada semua lapisan maupun segmen masyarakat. Yang diperlukan adalah bagaimana menyiapkan berbagai SDM tersebut sedekat mungkin dengan lapis kepemimpinan yang paling inti.


Strategi Kaderisasi Baru

Selama ini dipahami bahwa proses kaderisasi tenaga-tenaga untuk memimpin organisasi hanyalah lewat pendidikan formal yang sudah dimulai sejak pendidikan dasar sampai ke perguruan tinggi, yang semuanya dikelola oleh Persyarikatan Muhammadiyah. Di samping itu Muuhammadiyah juga menyiapkan kader kepemimpinan itu lewat lembaga-lembaga training kepemimpinan. Mereka juga bisa dipersiapkan lewat organisasi otonom keremajaan, kemahasiswaan, maupun kepemudaan. Tidak ada salahnya pula mereka direkrut lewat Majelis, seperti Majelis Pendidikan, Ekonomi, Kesehatan, Kebudayaan dsb.

Pengalaman menunjukkan masih ada jalur lain untuk menyiapkan kader-kader kepemimpinan itu, yang tidak lain adalah melakukan penjaringan dalam berbagai kegiatan untuk mendapatkan tenaga-tenaga atau SDM yang bisa “ditangkap” di dalam berbagai kegiatan.

Mereka itu barangkali orang-orang yang tidak pernah memasuki pendidikan yang diselenggarakan Muhammadiyah. Mereka itu juga barangkali belum pernah mengikuti pelatihan atau training kepemimpinan tingkat manapun. Mereka itu adalah orang-orang muslim yang secara formal belum mengikuti atau menjadi anggota persyarikatan. Mereka bisa dijumpai di kalangan cendekiawan yang dapat disebut cendekiawan muslim yang sudah bekerja di lingkungan perguruan tinggi maupun sudah menjadi tenaga kerja pada lapangan kerja tertentu. Barangkali banyak potensi yang bisa berpartisipasi dalam gerakan itu yang belum atau yang tidak terlibat di dalam kegiatan di daerah-daerah. Barangkali mereka belum pula melaksanakan ibadah sesuai dengan HPT atau Himpunan Putusan Tarjih. Bahkan mereka barangkali masih tergolong Islam Abangan. Barangkali yang saya alami menjadi orang Muhammadiyah tergolong lewat prosedur terakhir itu, yaitu “tertangkap” dan “dipojokkan” menjadi Muhammadiyah. Barangkali masih berada berbagai cara lain agar orang-orang yang mempunyai potensi, meskipun belum menjadi anggota Muhammadiyah agar tidak dianggap sebagai datang secara tiba-tiba pada jenjang kepengurusan tingkat daerah maupun propinsi.


Kepengurusan Istimewa

Cara lain yang bisa dilakukan adalah membentuk kepengurusan istimewa di lingkungan perguruan tinggi Muhammadiyah semacam organisasi KORPRI didalam instansi-instansi pemerintah. Kepengurusan alternatif ini tentu saja belum terdapat dalam dokumen manapun dalam Persyarikatan, oleh karenanya disebut kepengurusan istimewa. Barangkali bisa disejajarkan dengan PCM. Tentu saja kepengurusan istimewa tersebut tidak harus dipimpin oleh para petinggi perguruan tinggi Muhammadiyah tersbut. Dengan cara itu potensi-potensi atau kader-kader sudah bisa ditemukan dan menjadi bukan orang baru atau orang asing. Sekali waktu mereka bisa direkrut di dalam kepengurusan Muhammadiyah tingkat wilayah.

Cara lain yang dapat dikembangkan adalah menyiapkan semacam majelis yang terdiri dari para cendekiawan muslim di lingkungan atau dalam struktur persyarikatan. Untuk itu bisa lebih mudah lagi dilakukan dengan mengajak potensi-potensi tersebut dalam forum diskusi. Pada level itulah para cendekiawan muslim bisa memberikan kontribusi atau pemikiran untuk mengembangkan persyarikatan meskipun mereka belum menjadi anggota persyarikatan.

Kasus yang terjadi dengan Bung Karno yang dianggap sebagai anggota istimewa persyarikatan nampaknya bisa digunakan sebagai prosedur untuk mendapatkan sumber daya yang siap dilibatkan dalam kepengurusan tingkat wilayah.

Dengan demikian Muhammadiyah tidak lagi mendapat kesulitan mendapat tokoh-tokoh yang bisa dilibatkan dalam struktur kepemimpinan tingkat wilayah. Dan dengan demikian pula komposisi kepengurusan Muhammadiyah bisa lebih terintegrasi antara mereka-mereka dari latar belakang pendidikan maupun kegiatan yang amat bervariasi. Dalam musywil Kendal tahun 1995 terjadi peristiwa yang unik atau dimasukannya dua intelektual muslim yang selama ini tidak dimasukkan sebagai asset Muhammadiyah. Dua tokoh tersebut adalah Dr. Amin Syukur dan Dr. Qodri Azizi yang keduanya merupakan intelektual yang bekerja di IAIN Walisongo Semarang. Mereka juga bukan orang baru yang sering memberi ceramah dalam berbagai kegiatan Muhammadiyah.

Kasus semacam itu memberikan kita pengalaman untuk mencoba membuat atau membuka peluang masuknya orang-orang secara tiba-tiba menjadi asset kepemimpinan Muhammadiyah. Tokoh-tokoh semacam itu tentunya banyak terdapat dalam masyarakat.
Optimalisasi Gerakan Muhammadiyah
Print E-mail
Senin, 20 Pebruari 2006
Oleh Haedar Nashir

Muhammadiyah telah lahir sebagai sebuah tradisi besar dengan sejumlah kisah sukses. Muhammadiyah memiliki modal sosial yang cukup besar sebagai gerakan Islam yang besar di negeri ini. Organisasi lain boleh merasa lebih besar dari segi kuantitas anggotanya, namun dari segi kualitas dalam amal usaha, sumberdaya manusia, infrastruktur dan sistem organisasi, serta kepercayaan publik sesungguhnya Muhammadiyah terbilang unggul atau lebih besar. Sebagai organisasi Islam modern bahkan Muhammadiyah termasuk terbesar di dunia Islam. Kondisi ini harus disyukuri sebagai nikmat dan karunia Allah yang sangat berharga, karena itu tidak boleh potensi yang besar tersebut dibiarkan laksana genangan danau yang diam, apalagi seperti ”gajah bengkak” yang sulit bergerak.

Organisasi besar seperti Muhammadiyah kadang memiliki kelemahan karena kebesarannya. Semangat dan kinerja para aktivisnya melemah atau cenderung mengalami penyakit kemalasan dan kemanjaan. Militansi pun kecil atau mengalami peluruhan dengan kecenderungan hilangnya sikap gigih, kerja keras, dan tidak jarang cengeng, mudah patah arang. Muncul sikap elitis dan kehilangan sikap populis. Ukhuwah atau solidaritas sosial pun lemah atau longgar akibat sikap individualistik dan formalitas yang tinggi. Kepemimpinan berjalan instrumental sehingga kehilangan daya dan elan-vital gerakan sebagai penggerak. Amal usaha berjalan sendiri, kadang menjadi kerajaan-kerajaan sendiri, para pengelola dan mereka yang berada di dalamnya sekadar sibuk dengan mobilitas sendiri atau sekadar cari penghidupan, yang lepas atau tidak begitu bertautan dengan misi dan kepentingan Persyarikatan. Karena kebesarannya, tidak jarang Muhammadiyah sekadar jadi lahan subur bagi banyak pihak yang ”mencangkuli ladang Persyarikatan” untuk kepentingan mereka sendiri baik kepentingan paham, politik, maupun hal-hal yang pragmatis, sehingga Persyarikatan seperti ladang komoditi yang subur.

Bagaimana potensi Muhammadiyah yang besar itu digerakan kembali untuk menjadi kekuatan aktual yang lebih besar? Kuncinya terletak pada optimalisasi ikhtiar sesuai dengan Firman Allah: man jahada fínâ lanahdiyannahum subulanâ, barang siapa yang bersungguh-sungguh maka Allah akan menunjukan jalan-jalan-Nya. Optimalisasi ikhtiar untuk menggerakkan Muhammadiyah tentu tidak cukup satu pintu dan satu dimensi, tetapi memerlukan beberapa langkah penting yang saling berkaitan. Di antaranya ialah:


1. Internalisasi Nilai Ideal
Gerakan Muhammadiyah memiliki nilai-nilai ideal yang meliputi misi, landasan ideal, dan tujuan gerakan. Misi Muhammadiyah meliputi (1) penegakkan tauhid yang murni, (2) peyebarluasan Islam yang bersumber pada Al-Quran dan As-Sunnah, dan (3) Mewujudkan amal Islami dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat. Landasan ideal meliputi Al-Quran dan As-Sunnah, paham agama (Muqaddimah AD dan MKCH), AD/ART, Kepribadian, Khittah, Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, dan pemikiran formal lainnya. Sedangkan tujuannya ialah mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Nilai-nila ideal tersebut haruslah ditanamkan dan disosialisasikan, yang intinya diinternalisasikan sehingga menjadi darah-daging setiap orang Muhammadiuyah dalam berpikir dan bertindak. Setelah nilai-nilai ideal itu terinternalisasi maka secara kolektif kemudian membentuk kesadaran untuk bertindak bersama yang menunjukan watak, ciri, dan sosok orang Muhammadiyah sebagaimana yang semestinya. Inilah yang disebut dengan internalisasi nilai-nilai Ke-Muhammadiyahan.

Internaslisasi nili-nilai ideal harus dilakukan simultan ke dalam seluruh anggota di berbagai stuktur Persyarikatan, termasuk di amal usaha yang selama ini mungkin cenderung asing, berjalan sendiri, dan lepas dari nilai-nilai fundamental Muhammadiyah. Tuntutan internalisasi nilai semacam itu bukan merupakan beban tetapi melekat dalam seluruh bagian struktural di Muhammadiyah sebagai keniscayaan. Termasuk bagi perorangan yang mengaku anggota Muhammadiyah yang tersebar di berbagai lingkup kehidupan seperti politisi, pengusaha, birokrat, dan lain-lain. Lebih-lebih bagi pimpinan Muhammadiyah, yang harus menunjukkan uswah hasanah.


2. Membangun Sinergi
Muhammadiyah lahir, tumbuh, dan berkembang sebagai sebuah sistem yang disebut organisasi (jam’iyyah, persyarikatan). Kekuatan Muhammadiyh justeru terletak pada organisasinya, yang membuat dirinya tidak tergantung pada figur atau orang. Sebagaimana layaknya sebuah organisasi, Muhammadiyah dibangun di atas berbagai komponen yang saling menyangga menjadi satu kesatuan. Komponen personal menyangkut manusia dengan berbagai latarbelakang dan potensi. Komponen struktural terdiri atas berbagai organ kelembagaan seperti struktur kepemimpinan persyarikatan (Pusat hingga Ranting), Majelis, Lembaga, Organisasi Otonom, Amal Usaha, dan berbagai komponen lainnya.

Agar Muhammadiyah dapat menjalankan usaha, program, dan kegiatannya secara lebih mudah maka diperlukan sinergi seluruh komponen itu. Sinergi dalam gerkan bertumpu di atas kesamaan nilai-nilai ideal yang membentuk kesatuan langkah, bukan di atas dasar kepentingan. Sinergi dibangun di atas semangat ukhuwah sedangkan landasan ukhuwah yang paling kokoh ialah iman. Dengan ukhuwh yang kokoh maka akan terbentuk kekuatan sebagai gerakan. Dengan sinergi yang bebasis semangat ukhuwah maka gerak Muhammadiyah selain akan kokoh juga akan lebih mudah dalam mewujudkan usaha dan tujuannya. Jangan ada yang merasa bisa bergerak sendiri dalam Muhammadiyah, apalagi merasa berhasil atau sukses sendiran.


3. Peningkatan Dakwah dan Tajdid
Gerakan Muhammadiyah dalam mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya muaranya terletak dalam dakwah dan tajdid. Dakwah merupakan langkah fundamental dalam mengemban risalah Islam yakni melalui usaha mengajak pada Al-Khair (Islam), amar ma’ruf, dan nahi munkar. Sedangkan dalam mengelola kehidupan yang sangat kompleks dan khas duniawi usaha-usaha dakwah itu memerlukan tajdid, baik yang bersifat pemurnian (tandhif) maupun pembaruan atau dinamisasi (ishlah, tajdid), sehingga kehidupan ini dapat dimakmurkan dan menjadi rahmat bagi semesta (rahmatan lil-‘alamin).

Dakwah dan tajdid dalam Muhammadiyah harus tercermin dan teraktualisasikan ke dalam seluruh gerakan amal usaha, program, dan kegiatan dari segenap lini Persyarikatan. Tidak boleh lepas dari dakwah dan tajdid. Dengan dakwah dan tajdid maka Muhammadiyah selain dapat membawa umat manusia ke jalan yang lurus (shirath al-mustaqim) dan jalan yang benar (Al-Islam), sekaligus mencerahkan kehidupan yang berwajah rahmatan lil-‘alamin. Manusia menjadi terbebas dari kejahiliyahan menuju pada kehidupan yang penuh cahaya terang benderang di bawah sinar Ilahi. Dengan demikian maka akan terbentuk masyarakat yang berperadaban mulia (masyarakat madani, masyarakat Islam yang sebenar-benarnya). Itulah cermin dari masyarakat Madnian al-Munawarah dalam konteks kehidupan modern.


4. Memperluas Peran
Dalam menghadapi kehidupan yang penuh masalah dan tantangan baik dalam lingkup umat Islam maupun bangsa dan dunia kemanusiaan maka Muhammadiyah bukan hanya tidak boleh berdiam diri bahkan harus mengambil peran aktif yang lebih signifikan. Sebagai gerakan Islam yang dikenal pembaru dan berkiprah cukup luas selama ini, Muhammadiyah semakin dituntut peran keumatan, kebangsaan, dan kemanusiannya secara lebih luas dan mencerahkan. Peran yang luas itu merupakan cerminan dan pengejawantahan dari misi risalah Islam untuk menyebarkan rahmatan lil-‘alamin di bumi Allah yang tercinta ini.

Karena itu warga Muhammadiyah lebih-lebih kader dan pimpinannya dituntut selain memiliki komitmen dan kepedulian yang tinggi, juga wwasan dan kemampuan yang mumpuni dalam berkiprah di tengah-tengah denyut kehidupan umat, bangsa, dan dunia kemanusiaan. Orang Muhammadiyah tidak boleh pasif, antipati, apalagi menjauhkan diri dari dinamika kehidupan yang sarat masalah dan tantangan itu. Watak orang Muhammadiyah justeru selalu terpanggil menjadi pelaku sejarah di tengah-tengah kehidupan kapan dan di mana pun. Itulah etos dari semangat penghayatan dan aktulisasi Firman Allah dlm Al-Quran Surat Ali Imran 104 yang menjadi spirit awal gerakan Muhammadiyah.
Ahmad Dahlan Menangis" (Tanggapan terhadap Tulisan Abdul Munir Mulkhan)
Print E-mail
Senin, 20 Pebruari 2006
Oleh: Farid Setiawan

Membaca tulisan Abdul Munir Mulkhan (Pak Munir) di majalah Suara Muhammadiyah dengan judul "Sendang Ayu; Pergulatan Muhammadiyah di Kaki Bukit Barisan (edisi SM. No. 0l/th ke 91 Januari 2006) menarik untuk dicermati. Dalam tulisannya, Pak Munir, memberi gambaran tentang sebuah kondisi pergulatan Muhammadiyah di suatu dusun yang bernama Sendang Ayu, daerah Purwodadi, Lampung Tengah. Dimana, di daerah itu mulai masuk para "mubaligh tamu" dengan membawa pesan terhadap salah satu partai politik tertentu. Pesan-pesan itu disampaikan para mubaligh tersebut melalui media pengajian rutin. Sebagai salah satu basis utama cabang Muhammadiyah Purwodadi sesuai perjalanan waktu mulai mengalami pergeseran dan bahkan pembelotan terhadap ideologi Muhammadiyah.

Uraian yang disampaikan oleh Pak Munir tersebut merupakan suatu fenomena yang secara tidak langsung telah menampar wajah para pemegang kendali Muhammadiyah saat ini. Bagaimana tidak, Muhammadiyah yang selalu di "elu-elukan" oleh warga persyarikatan maupun banyak orang diluar persyarikatan sebagai ormas terkaya dalam bidang amal usaha, gerakan Islam modernis, dan ormas terbesar nomor dua di Indonesia setelah Nahdlatul Ulama, ternyata memiliki krisis legitimasi dari para pengikutnnya. Hal ini ditunjukkan dengan polarisasi keyakinan dan bahkan pembangkangan terhadap manhaj Muhammadiyah ditingkat basis, seperti cabang dan ranting. Hal serupa juga tidak menutup kemungkinan dengan munculnya kecenderungan yang sama dan para pimpinan diberbagai tempat yang saat sekarang duduk sebagai pejabat teras di Pimpinan Daerah sampai Pusat.
Sayangnya, dalam tulisan itu, Pak Munir baru sebatas menguak sebuah kondisi kronis dan dinamika salah satu basis Muhammadjah. Seperti para tokoh Muhammadiyah lainnya, Pak Munir hanya mengurai dan menunjukkan virus serta bisul-bisul penyakit yang sudah masuk pada kategori stadium empat. Sehingga gagasan-gagasan tersebut menjadi bahan opini publik dengan (sedikit) mengesampingkan bagaimana meramu serum anti virus yang ampuh dan efisien. Pendek kata, sejauh ini para pimpinan sebatas himbauan dan menekankan model gerakan dakwah bil-lissan.
Lepas dari itu semua, paling tidak, dalam hal ini Pak Munir telah memberikan kontribusi yang luar biasa tentang carut marutnya kondisi internal Muhammadiyah saat sekarang. Sebuah kondisi dimana wabah penyakit telah hinggap dan menggerogoti tubuh Muhammadiyah sampai ke akar-akarnya.
Layaknya bakteri atau virus yang begitu cepat menyebar dan tidak pandang bulu untuk menyerang paradigma pengurus Muhammadiyah saja, melainkan para aktivis mudanya pun telah tertular kegenitan virus politik berlambang padi itu. Disinilah, bentuk-bentuk penjarahan anggota dan kader muda Muhamnaadiyah secara besar-besaran terjadi.
Mereka yang di "gadang gadang" sebagai resources dan pelopor baru Muhammadiyah ternyata juga mengalami pembangkangan terhadap organisasi induknya. Tidak sedikit dinamika lapangan mengungkap suatu fenomena baru dengan beredarnya proposal dikalangan Muhammadiyah yang berasal dari salah satu ortom, dimana dana yang diperoleh tersebut tidak digunakan untuk kepentingan dan kegiatan ortom. Dan, yang paling tragis adalah munculnya dualisme kepemimpinan dari para pimpinan ortom. Di satu sisi, sang kader menjabat sebagai ketua salah satu ortom, dan disisi lain, masuk sebagai pekerja politik bernafas Islam yang baru saja melejit di pemilu 2004 kemarin.
Menurut hemat penulis, porak porandanya sistem maupun kondisi internal ini dikarenakan belum maksimalnya para pimpinan Muhammadiyah untuk menjawab kebutuhan - moral maupun spiritual - kadernya. Segala bentuk gagasan bertema purifikasi dan pembaharuan yang melangit dalam segala bidang selalu dikedepankan. Hal ini menjadikan para pimpinan terjebak dan bahkan tercerabut dari akar permasalahan. Peran mubaligh Muhammadiyah dengan sendirinya telah tergeser dengan munculnya para intelektual (meminjam istilah Kuntowijoyo) muslim tanpa masjid.
Para cendekiawan muslim Muhammadiyah ini terlahir dari rahim forum-forum ilmiah keagamaan, buku-buku ke-Islaman dan berbagai media yang menunjang dalam memenuhi kebutuhan masyarakat kontemporer. Tak pelak - jika terkadang – para cendekiawan produk Muhammadiyah ini gagap dalam menjawab masalah-masalah fundamental persyarikatan. Logikanya, seseorang ingin makan nasi tapi diberi roti. Meskipun sama-sama kenyang, tapi roti tersebut belum menjadi representasi dari keinginan awal orang tersebut. Karenanya muncul disharmoni di Muhammadiyah dalam mengembangkan gagasan ke Islaman dengan mengatasi kebutuhan riil kader dari anggotanya.
Bentuk kesenjangan ilmiah yang perlu dijadikan refleksi kritis para pimpinan Muhammadiyah kedepan. Pejabat Muhammadiyah tidak dapat dengan serta merta menyalahkan, memvonis maupun menghakimi para anggota dan kadernya yang melakukan pembangkangan terhadap matan dan keyakinan hidup Muhammadiyah (MKCH). Pengurus Muhammadiyah pun juga tidak layak untuk "kebakaran jenggot" dengan adanya fenomena ini. Karena, semua adalah kekurangan dari Muhammadiyah saat sekarang. Muhammadiyah yang cenderung giat dengan aktivitas politik, terjebak dengan rutinitas birokrasi dan masalah-masalah kontemporer kemasyarakatan sehingga "lupa" memberi "makan" kader dan anggota sesuai dengan keinginannya.
Melihat wajah buram saat sekarang, menurut penulis terdapat beberapa agenda yang masih menjadi tantangan Muhammadiyah kedepan. Pertama, seyogyanya Muhammadiyah sedikit merubah pola gerak dengan gencar mengedepankan dan melakukan reproduksi besar-besaran terhadap para mabaligh ala Muhammadiyah yang ditampung dalam bank da'i. Produk ini tidak sebatas tampil disaat bulan Ramadhan dengan agenda rutinan yang berupa mubaligh hijrah-nya, melainkan juga selalu stand by dalam setiap kesempatan untuk memberikan pengajian dari masjid ke masjid, kampus ke kampus dan berbagai tempat yang strategis dan potensial untuk mengembangkan dakwah.
Kedua, Muhammadiyah juga perlu untuk melakukan pembenahan sistem pengkaderan yang selama ini tidak tertransformasikan sampai di tingkat basis, karena itu, perlu untuk membangunkan kembali program pengkaderan yang dinilai (sedang) mati suri ini. Pola perkaderan Muhammadiyah tidak hanya berjalan secara monoton dan dilakukan usai penerimaan karyawan maupun dosen dalam amal usaha. Program pengkaderan seluruh pimpinan kedepan difokuskan dalam membentuk militansi, ideologisasi, loyalitas dan karakter pimpinan yang berangkat dari kader dan anggota Muhammadiyah.
Ketiga, adalah pemberdayaan kader secara maksimal keseluruh amal usaha sesuai dengan bakat dan talenta masing masing kader. Hal ini disamping berfungsi untuk membuat para kader merasa at home dan enjoy dalam naungan Muhammadiyah, juga sebagai upaya untuk mengikat kader agar tidak lari hanya karena tuntutan hidup yang tidak terpenuhi. Sehingga motto yang melekat dalam sanubari kader sebagai pelopor, pelangsung dan penyempurna amal usaha dapat terealisasi dengan baik.
Keempat, dibutuhkan sikap tegas Muhammadiyah dalam melakukan pembersihan terhadap seluruh jajaran pimpinan yang 'disinyalir' menjadi penggerak manhaj lain. Meskipun hal ini tidak dapat diukur sejauh mana pandangan itu diambil, namun yang jelas, berkembangnya manhaj lain di Muhammadiyah juga dikarenakan dorongan dan para elit pimpinan Muhammadiyah sendiri di masing masing level.
Kelima, mengedepankan paradigma baru dalam melakukan gerakan dakwah Muhammadiyah. Yaitu dengan memperluas gerakan dakwah yang selama ini lebih mengedepankan aspek bil-lissan (aspek bicara) menuju gerakan dakwah yang mengarah pada aspek bil hal, bil hikmah yang mengandung nilai-nilai action (aksi) yang kongkrit dan nyata dirasakan oleh kader, anggota dan masyarakat secara langsung. Sehingga dakwah tidak selalu dimaknai sebagai bentuk "ngomong" semata. Melainkan diikuti dengan keteladanan para pemimpin dan tokoh-tokoh Muhammadiyah.
Oleh karena itu, Muhammadiyah harus dengan cepat mengambil tindakan untuk mengamputasi virus kanker yang masuk kategori stadium empat ini. Manhaj lain telah menabuh genderang perang. Apabila dengan adanya fenomena ini Muhammadiyah masih saja "diam", maka dengan adanya penjarahan kader tersebut, tidak tertutup kemungkinan kedepan Muhammadiyah hanya memiliki usia sesuai dengan umur para pimpinannya sekarang. Dan juga tidak tertutup kemungkinan jika Alm. K.H. Ahmad Dahlan dapat bangkit dari liang kubur akan terseok dan menangis meratapi kondisi yang telah menimpa kader dan anggota Muhammadiyah. Wallahu a'lam
Penulis adalah Ketua Umum Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPD IMM) DIY.