Minggu, 17 Juni 2007

Zakiyudin: “Muhammadiyah Mengalami Erosi Ideologis”
(Tulisan Pertama)
14-6-2007

Oleh : ALAMSYAH M DJAFAR/SYIRAH

Setelah melanda ormas terbesar Nahdlatul Ulama (NU), kehebohan itu kini menghampiri Muhammadiyah, ormas terbesar lain di negeri ini. Awalnya hanya keresahan kecil yang dirasakan pengurus-pengurus daerah Muhammadiyah tentang direbutnya apa yang mereka sebut aset-aset organisasi oleh kader-kader sebuah partai dakwah yang juga menjadi anggota Muhammadiyah. Ada kasus sekolah yang lalu berganti nama tak lagi menjadi sekolah Muhammadiyah. Ada pula kasus rebutan kepemilikan rumah sakit atau masjid Muhammadiyah.

Di NU, kehebohan itu lebih banyak terjadi di soal rebutan aset Masjid. Tak sedikit masjid-masjid yang sebelumnya diklaim bertradisi NU, belakangan berubah. Pengelola yang baru bahkan mengharamkan tradisi sebelumnya seperti zikir seusai shalat atau tahlilan.

Di Muhammadiyah, keresahan itu awalnya dimulai laporan intelektual muslim Muhammadiyah Abdul Munir Mulkhan yang menulis di Suara Muhammadiyah, media milik ormas yang didirikan KH. Ahmad Dahlan itu. Setelah itu, keresahan yang sama ternyata diutarakan oleh para pengurus daerah Muhammadiyah. “Dari situ keresahan ini mendapat kulminasinya,” kata Zakiyuddin Baidhawy kepada Syirah awal Juni lalu.

Di lingkungan Muhammadiyah, Zaki, begitu ia akrab disapa, dikenal sebagai kaum Muhammadiyah yang cukup vokal menyuarakan pembaruan pemikiran di lingkungan ormas yang kini dipimpin Dien Syamsudin itu. Lelaki yang produktif menulis artikel di berbagai media massa ini tercatat sebagai salah seorang pendiri Jaringan Intelektual Muhammadiyah (JIMM), organisasi kaum muda yang kini banyak mendapat sorotan di kalangan generasi tua Muhammadiyyah paska dirilisnya Fatwa MUI pertengahan 2005.

Selain mengajar, hari-hari peraih Master di bidang Hubungan Antar Agama Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Jogjakarta tahun 1999 ini, banyak dihabiskan dalam kegiatan dan program-program pengembangan Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial (PSB-PS) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), tempatnya kini berkiprah.

Lembaga di bawah univeritas itu merupakan yang punya minat pada persoalan-persoalan yang terkait dengan kebudayaan, terutama keanekargaman budaya, dan perubahan sosial. Kegiatannya berupa pendidikan, kajian dan penelitian, maupun aksi.

Di sela-sela workshop Pengembangan Islam dan Pluralisme di Hotel Jaya Raya Cipayung Puncak Bogor, Kepada Alamsyah M. Dja’far dari Syirah Zaki banyak mengisahkan seputar perebutan aset-aset muhammadiyah dan kiprah kaum muda Muhammadiyah. Di pagi yang berbalut dingin wawancara itu berlangsung awal Juni lalu.

Belakang ini, dua ormas terbesar NU dan Muhammadiyah seperti merasakan keresahan bersama dimana aset-aset mereka direbut oleh salah satu partai dakwah. Bahkan Pengurus Pusat Muhammadiyah harus mengelurkan surat edaran untuk itu. Tanggapan Anda?

Sebetulnya keresahan (soal perebutan aset Muhammadiyah) itu sudah lama muncul. Tapi mulanya ini belum ditanggapi secara serius di kalangan Muhammadiyah. Dimulai dari sebuah laporan Abdul Munir Mulkhan (tokoh intelektual Muhammadiyah yang juga mantan Pengurus Pusat Muhammadiyah) tentang perebutan aset Muhammaiyah di sebuah daerah di Sumatera.

Kapan itu terjadi?

Sekitar pertengahan tahun 2006 . Ini yang kemudian ditulis Munir Mulkhan di Suara Muhammadiyah. Setelah itu, hal yang sama juga dilaporkan pengurus daerah. Apakah itu perebutan berupa sekolah, masjid, atau rumah sakit-rumah sakit milik Muhammadiyah.

Dari situ keresahan ini mendapat kulminasinya. Ini menuntut seluruh jajaran muhammadiyah mewaspadai upaya perebutan aset-aset tersebut. Di kalangan muhammadiyah sudah ada kesadaran itu, tapi belum bisa bertindak lebih jauh sebelum ada instruksi dari pengurus pusat. Maka rapat pleno akhirnya memutuskan mengelurkan surat edaran berisi, pertama menghimbau anggota Muhammdiyah setia pada ideologinya, dan kedua, menjaga intervensi dari orang-orang luar. Di sana jelas dikatakan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Kapan Surat itu keluar?

Sekitar Nopember 2006

Surat tersebut bisa dianggap titik kulminasi keresahan di lingkungan Muhammdiyah?

Saya kira iya. Secara sistematis melalui intruksi surat edaran, Pengurus Pusat Muhammadiyah menghimbau untuk mewaspadai gerakan tersebut, dari tingkat pusat sampai ranting; menjaga aset-aset berupa sumber daya manusia dan infrastuktur dari jarahan dan orang-orang yang menjadi penumpang gelap di Muhammadiyah.

Sepertinya ada hubungan dekat antara Muhammadiyah dengan PKS. Sehingga kasus ini lebih banyak terjadi di Muhammadiyah ketimbang NU?

Karena persoalannya ideologi. Bagaimanapun Muhammadiyah yang modernis dengan paham yang puritan pasti akan lebih dekat dengan ideologi seperti Hizbuttahrir, Ikhwanul Muslimin, Majelis Mujahidin, atau Laskar Jihad. Mereka akan lebih save masuk ke Muhammadiyah ketimbang ke organisasi seperti NU yang paham keagamaannya agak jauh dengan corak keagamaan Muhammadiyah. Ini terbukti ketika Muktamar di Malang. Banyak sekali anggota HTI (Hizbuttahrir Indonesia) menjadi peserta Muktamar.

Mereka anggota Muhammadiyah?

Ya. Sebagian mereka ada yang menjadi anggota Muhammadiyah, kemudian tertarik dengan ideologi Hizbuttahrir atau PKS. Lalu mereka mulai bergerak dari situ. Tapi, ada juga mereka yang datang dari luar lalu masuk ke Muhammadiyah.

Bagaimana pola mereka merebut aset?

Yang pertama jelas mereka akan mengupayakan merebut posisi struktural di Muhammadiyah yang strategis dalam kepemimpinan Muhammadiyah.

Berarti mereka memang sudah menjadi anggota Muhammadiyah sebelumnya?

Yang merebut aset ini jelas tidak mungkin bagi mereka yang baru masuk ke Muhammadiyah. Mereka orang Muhammadiyah lama dan cenderung mengikuti ideologi PKS. Dari situ mereka punya kesempatan. Karena, mereka orang utama atau terpandang dalam Muhammadiyah.

Itu artinya ideologi PKS lebih kuat ketimbang Muhammadiyah?

Ya, ini yang saya sebut bahwa Muhammadiyah mengalamai erosi ideologis. Itu yang saya bisa katakan. Setelah itu mereka akan menggunakan semua sumber daya yang ada di Muhammadiyah sesuai dengan kepentingan politiknya.

Lebih banyak dilakukan oleh orang yang memiliki posisi strategis di Muhammadiyah?

Ada sebagian, tapi tidak semua. Meski tidak terlalu banyak, tapi ini menjadi problem cukup besar. Contoh kasus, ada seorang kepala sekolah SD Muhammadiyah yang kemudian memindahkan seluruh muridnya ke sekolah baru yang dia dirikan. Ada pula sekolah yang berganti nama tidak lagi SD Muhammdiyah, tetapi SD apa misalnya.

Di mana itu?

Di Payakumbuh, Sumatera Barat. Terus terang ini menjadi masalah bersama. Secara politik orang Muhammadiyah sebetulnya menerima siapapun. Dari dulu istilahnya Muhammadiyah menerima siapapun. Dari dulu Muhammadiyah menjaga jarak yang sama. Mungkin artikulasi saja yang berbeda. Kalau dulu menjaga jarak sama jauhnya, sekarang seperti dikatakan Dien Samsuddin, menjaga jarak sama dekatnya. Tapi intinya di Muhammadiyah ada semacam konvensi atau tradisi yang sudah berurat berakar bahwa orang Muhammadiyah boleh berpartai apapun. Cuma jangan merusak organisasi. Ternyata PKS itu merusak amal usaha Muhammadiyah, termasuk SDM-nya. Nah itu yang kemudian kita lawan, bukan partainya.

Kasus ini lebih banyak terjadi di kalangan tua atau generasi muda Muhammaiyah?

Sama saja sebetulnya.


Tidak ada komentar: