Selasa, 19 Juni 2007

Zakiyyudin: "Muhammadiyah Mengalami Erosi Ideologis
(Tulisan Kedua)
18-6-2007
Oleh : ALAMSYAH M DJAFAR/SYIRAH

Anda pernah menyebut “mendadak Muhammadiyah”, apa maksudnya?

Istilah “mendadak Muhammadiyah” ini sebetulnya lelucon. Tapi cukup efektif untuk melakukan identifikasi terhadap mereka yang kita curigai sebagai PKS tadi. Karena mereka sangat bersemangat masuk ke dalam Muhammadiyah. Jika bisa sampai menduduki jabatan atau stuktur dalam Muhammadiyah. Meskipun sebetulnya secara ideologis mereka tidak Muhammadiyah. Nah, ini yang kita identifikasi sebagai “mendadak Muhammadiyah”.

Kasus lain, sebagai peneliti apa penilaian Anda mengenai perlawanan yang begitu kuat dari Muhammadiyah terhadap isu-isu sekularisme, pluralisme, dan liberalisme?

Ada dua faktor: internal dan eksternal. Secara internal muncul kecenderungan menguatnya konservartisme, terutama di kalangan tua, meskipun di kalangan muda juga muncul. Saya kira ini sebuah proses kristalisasi sejarah yang menjebak Muhammadiyah dalam satu rutinitas dan terlalu disibukkan dengan pengelolaan amal usahanya. Sehingga pengembangan-pengembangan intelektualisme dan pemikiran hampir dikatakan jumud (mandeg).

Faktor eksternal, infiltrasi dari ideologi luar. Ini seperti memancing ikan di air keruh atau membakar rumput yang sudah kering. Konservatisme itu sudah ada, lalu masuk lagi ideologi baru. Itu artinya semakin kering dan sangat mudah dibakar. Sehingga gerakan di Muhammadiyah, meskipun tak ada instruksi secara formal mengikuti fatwa MUI, beberapa ulama dan dai Muhammadiyah banyak yang menggaungkan gerakan anti sekularisme, pluralisme, dan liberalisme.

Lantas bagaimana masa depan perkembangan pemikiran di Muhammadiyah? Sebab bagaimanapun banyak orang berharap pada wajah moderat NU dan Muhammadiyah?

Dari sudut infrastruktur, terus terang saya agak pesimis. Muhammadiyah tak punya banyak pondok pesantren. Madrasah juga banyak, tapi seperti itu adanya. Fakultas-fakultas agama di perguruan tinggi Muhammadiyah adalah fakultas yang marginal. Sehingga infrastruktur pendukungnya kurang. Sementara yang kedua, rutinitas organisasi telah menghabiskan waktu dan ruang pikiran orang Muhammadiyah untuk mengembangkan pemikiran yang baru. Jadi ketika Muhammadiyah menamakan dirinya gerakan tajdid (pembaruan), dan kemudian muncul kesadaran di tahun 2003 mengangkatnya sebagai tema menjadi Tajdid Gerakan, sebetulnya belum ada perubahan. Maka gerakan tajdid yang sudah jumud, mau di-tajdid (diperbaharui) ternyata konservatisme menguat.

Tapi saya kira, ada usaha yang sebetulnya bisa dilakukan. Pertama, meskipun infra struktur kurang dimiliki tetapi Muhammadiyah harus bisa memberi ruang terhadap mereka yang berbeda, terutama kaum muda mereka yang punya pikiran progresif untuk terus mengembangkan diri. Jangan kemudian lalu distigmakan buruk.

Sekarang ini seperti dikembangkan stigma terhadap mereka yang ingin mengembangkan intelektualistasnya dengan tuduhan liberal-sekular. Tapi terhadap mereka yang ingin mengembangkan spiritualitasnya dituduh klenik. Sekarang fenomena itu berkembang yang sengaja diciptakan oleh sebagian orang.

Contoh yang klenik itu?

Misalnya, orang seperti Abdul Munir Mulkhan, sebagai seorang peneliti, intelektual Muhammdiyah, lalu menulis Syaikh Siti Jenar. Oleh orang-orang, ia lalu dituduh membesarkan sesuatu yang selama ditentang Muhammdiyah yang dikenal dengan TBC (Takhayul, Bid’ah, dan Churafat).

Kalau stigma radikal?

Di Muhammadiyah, itu tak terjadi. Mungkin ini sebagian dari sedikit kelebihan. Meski dari segi pemikiran konservatif, tapi diajak radikal mereka masih bisa menalar. Apalagi radikalisme yang dalam bentuk fisik. Tapi jika kekerasan struktural seperti pemecatan, ya ada. Hanya saja itu kasus.

Seberapa berpengaruh suara-suara kritis seperti Anda atau JIMM (Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah) di lingkungan Muhammadiyah?

Kalau berpengaruh dalam pengambilan keputusan tidak. Tetapi pengaruh itu bisa dilihat dari reaksi yang mereka keluarkan. Itu yang kita nilai. Dan itu bagi saya dan kawan-kawan tidak menjadi problem. Semakin banyak pemberontakan terhadap JIMM, itu iklan yang bisa membesarkan kita sendiri. Maka itu kita tanggapi secara rasional, tidak emosional.

Kembali pada soal Seberapa besar reaksi PKS terhadap Instruksi Muhammadiyah?

Setelah Muhammadiyah secara resmi mengeluarkan surat edaran, satu bulan setelahnya, DPW PKS Yogyakarta mengeluarkan surat bayanat (penjelasan) kepada semua kader-kader PKS, terutama yang berada di Muhammdiyah. Himbauannya jangan sampai kader-kader PKS berhadap-hadapan dengan Muhammadiyah. Dia organisasi besar dan sudah memberi kontribusi banyak terhadap bangsa ini. Mereka (DPW PKS) meminta kepada para anggota untuk kembali pada jalurnya

Maksudnya?

Kalau mereka mau tetap di Muhammadiyah, ya jangan membawa kepentingan PKS ke dalam Muhammadiyah. Saya kira ini merupakan bayanat yang responsif dan konstruktif.

Apakah surat PP Muhammadiyah itu berlaku Nasional?

Ya, bahkan Dien Syamudin pernah mengatakan kalau menggangu Muhammadiyah lebih baik mereka keluar saja. Meskipun cara mengatasinya haruslah rasional. Misalnya kalau sekarang mereka yang menjabat rektor, biarkan ditunggu hingga masa jabatannya habis. Tapi ruang geraknya mulai dibatasi.

Ke depan, apa rencana teman-teman muda yang lebih kritis dan progresif untuk berkontribusi pada Muhammadiyah?

Yang kita mau, kita tetap menganggap penting untuk memengaruhi proses pengambilan keputusan di tingkat struktural. Kami juga memandang Muhammadiyah harus pula mengembangkan lembaga-lembaga yang non-struktural. Kita mencoba berjuang dari luar saja. Dari sini kita akan memberikan otokritik terhadap Muhammadiyah. Dan bagi kami yang di JIMM ini lebih leluasa, sehingga kita tidak tersangkut struktur Muhammadiyah.

Biodata:

Nama : Zakiyyudin Baidhawy

TTL : Indramayu, 21 Mei 1972.

Pendidikan :

1978-1981 : SMP Muhammadiyah Jawa Barat

1987-1990 : Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) SMA Muhammadiyah, Cirebon Jawa Barat

1990-1994 : S1 Jurusan Perbandingan Antaragama UMS (Universitas Muhammadiyah Surakarta), Surakarta, Jawa Tengah

1997-1999 : S2 (Master), Jurusan Hubungan Antaragama, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

2000 : S3 Jurusan Kajian Agama dan Filsafat, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta

Tidak ada komentar: