Minggu, 13 Januari 2008

Prof. Dr. H. Ahmad Syafi’i Ma’arif, MA: ISLAM PURITAN DAN MODERAT MASIH BERADA DI BURITAN PERADABAN


Suara Muhammadiyah

Salah satu gagasan umat Islam untuk membangun perabadan Islam pasca jajahan kolonial adalah kembali pada autentisitas Islam. Namun bentuk dari Islam autentik muncul dalam wajah yang beragam, satu sisi ada yang menganjurkan kepada Al-qur’an dan Sunnah secara tekstual dan menolak segala bentuk peradaban Barat, yang kemudian memunculkan sikap keberislaman yang ekstrem dan fundamental. Pada sisi lain autentisitas Islam direspon dengan upaya penyatuan tradisi Islam dengan modernitas Barat secara kritis, yang kemudian melahirkan kelompok Islam yang moderat-progresif. Masing-masing kelompok sama-sama mengklaim sebagai Islam autentik. Lantas bagaimanakah bentuk Islam Autentik itu sebenarnya? Dan mungkinkah untuk konteks keindonesiaan ditumbuhkembangkan? Apa Peran Muhammadiyah? Bagaimana langkah-langkahnya? Berikut kita ikuti wawancara Deni al Asy’ari dari SM dengan Prof. Dr. H. Ahmad Syafi’i Ma’arif,MA, Penasehat PP Muhammadiyah, Mantan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta (UNY)

Apakah betul bahwa jejak penjajahan kolonial terhadap negara Muslim merupakan faktor pendorong umat Islam untuk menumbuhkan Islam Autentik?
Jadi yang pertama harus kita lihat begini, bahwa cara kita menyalahkan penjajahan terhadap kemunduran Islam itu boleh saja, akan tetapi kita harus jujur mengatakan, mengapa umat Islam itu dijajah? Sesungguhnya umat Islam itu memang pantas untuk dijajah, karena di dalam Islam itu sendiri sudah terjadi pembusukan-pembusukan sebelumnya. Misalnya kita sudah tidak lagi responsif terhadap perubahan zaman. Bahkan secara kultural, saya lihat sampai hari ini umat Islam itu masih berada dalam jajahan. Walaupun sesudah Perang Dunia Kedua beberapa negara Muslim mendapatkan pendidikan politik. Tapi sebagian besar umat Islam itu masih belum menemukan jati dirinya sampai hari ini, yaitu bagaimana Islam yang autentik itu dihadirkan, tapi usaha ke arah itu memang kini terus berjalan.

Masing-masing kelompok Islam cenderung mengklaim kelompoknya sebagai Islam autentik, bagaimanakah bentuk atau visi dari Islam autentik ini sebenarnya?

Jadi Islam autentik itu adalah Islam yang mampu menawarkan peradaban alternatif kepada dunia modern yang sekuleristik dan ateistik. Dalam Al-Qur’an banyak sekali terdapat ayat yang mengatakan Rahmatan Lil’alamin yang salah satu bunyinya “Kami tidak mengutus engkau Muhammad kecuali sebagai Rahmat bagi sekalian Alam”. Rahmat bagi sekalian alam ini yang menjadi visi dan misi Islam Autentik itu. Jadi Islam harus mampu memberi rahmat bagi sekalian alam, kepada seluruh makhluk, kepada seluruh manusia, termasuk kepada mereka yang tidak percaya kepada Tuhan sekalipun. Namun Islam autentik yang seperti definisi dan memiliki visi rahmatan lil’alamin di atas itu bisa dikatakan sulit ditemui saat sekarang.

Mengapa Islam autentik itu sulit ditemui di dunia Islam saat sekarang ?
Karena ulah sebagian umat Islam itu sendiri, jadi kalau anda baca bukunya “Islam dan Demokrasi” karya Fatimah Mernissi misalnya, walaupun tidak sepenuhnya teoritik, karena ada pengalaman perjalanannya di beberapa negara Muslim, dia melihat bahwa Islam yang autentik itu sudah dibungkus oleh budaya politik despotik. Peristiwa ini terjadi setelah munculnya Daulah Umayyah, kemudian diteruskan oleh Daulah Abbasiyah. Jadi pesan egalitarian yang sebenarnya menyatu dengan tauhid sudah dimusnahkan oleh sikap despotik tersebut. Memang kita akui pada masa itu ada sedikit yang positif atau kemajuannya, seperti kebudayaan maju, ilmu pengetahuan maju, filsafat maju, tapi pada sesungguhnya Islam tidak mungkin utuh sebagai Islam autentik. Oleh karenanya saya pernah menulis, bahwa peradaban termasuk peradaban Islam itu sendiri dibangun di atas tengkorak saudaranya sendiri. Misalnya Abbasiyah dibangun di atas tengkorak Umayyah, dan Umayyah dibangun di atas tengkorak keluarga Ali. Inilah sejarah dalam dunia Islam. Walaupun demikian yang terjadi, kita tidak boleh tenggelam disini. Sebab membaca masa lampau harus dilakukan dengan sikap kritis, yaitu dengan mengambil pelajaran yang sebaik-baiknya, dan kita tolak mana yang sudah menyimpang dari nilai-nilai Islam. Jadi, singkatnya Islam autentik itu adalah Islam yang dibenarkan oleh Al-Qur’an dan oleh nilai-nilai kenabian (propethic value). Setidaknya menurut saya ini sebagai bentuk parameter Islam autentik tersebut.

Lantas bagaimana dengan kehadiran dua kutub Islam (Islam ekstrem dan moderat) yang sama-sama mengklaim sebagai Islam Autentik. Apakah mereka sudah berhasil?

Munculnya dua kutub Islam sebagaimana yang pernah disinggung oleh Khalid Abu El Fadl yaitu Islam puritan (ekstrem) dan Islam moderat yang masing-masing kelompok berada di pihak yang benar itu betul adanya demikian. Sebab bagi yang puritan, kembali pada Islam autentik itu adalah kembali pada Al-Qur’an dan Sunnah secara tekstual. Kemudian mereka melihat Islam itu sebagai perangkat hukum secara total, dan bagi mereka kemerdekaan itu tidak penting, demokrasi, hak asasi ditolak, karena itu berasal dari Barat. Sementara Islam yang moderat, itu tidak ambil pusing dari mana sumbernya, selama prinsip-prinsip demokrasi itu bisa menegakkan keadilan, menegakkan persamaan, menegakkan persaudaraan dan tidak bertentangan dengan Islam yang autentik, maka akan diterima. Sebab bagi mereka Islam itu adalah yang bisa menghargai individu, dan memandang manusia itu sebagai anak Adam yang dimuliakan di sisi Allah.
Tapi satu kenyataan yang tidak dapat dikatakan baik adalah, bahwa baik kelompok Islam puritan maupun kelompok moderat, harus mengakui secara obyektif dan jujur, bahwa mereka jika ditinjau dari perspektif rahmatan lil’alamin masih berada di buritan peradaban. Kedua-duanya sama-sama tidak menentukan jalannya peradaban hingga sampai saat ini. Oleh karena itu, ke depan mari kita baca diri kita dengan benar, berkaca baik-baik dan berhenti saling menyalahkan. Berdiskusi boleh, berdebat boleh tapi jangan saling memusuhi. Menurut saya itu langkah yang terbaik saat sekarang dilakukan.

Bagaimana menghindari pengutuban Islam yang sama-sama mengklaim sebagai Islam autentik?
Saya rasa tergantung pendidikan juga, tapi yang penting adalah komunikasi harus dijaga, dan dilakukan secara jujur. Dengan niat yang tulus tanpa berprasangka buruk, kemudian kita buang jauh-jauh sikap subyektivisme sejarah dan kita buang pula kepentingan pribadi. Jadi, kita duduk dan berdiskusi bersama dengan menekankan aspek kejujuran dan niat yang tulus. Kemudian sama-sama bergerak ke arah rahmatan lil’alamin.

Untuk konteks Indonesia Islam ekstrem ini secara kuantitas relatif kecil, tapi secara kenyataan gaungnya melebihi Islam moderat, bagaimana ini bisa terjadi?
Ini sebabnya karena gerakan keagamaan yang arus besar seperti Muhammadiyah dan NU itu sudah keberatan “sungu”. NU dan Muhammadiyah itu sudah terlalu keberatan beban, sehingga tidak sempat lagi menyantuni orang-orang yang sedang “gelisah”. Walaupun orang-orang yang kelompok ekstrem ini tidak punya dasar yang kokoh sebenarnya. Dan ini menurut saya bukan gejala baru, tapi bagaimanapun juga, untuk menyikapi fenomena yang demikian harus dengan kearifan, dan kita tetap berprinsip bahwa jangan sampai mereka diadili dengan kekerasan fisik, kecuali mereka melanggar hukum.

Bagaimana peran Islam moderat (NU dan Muhammadiyah) untuk menciptakan ruang agar perannya lebih tampak daripada kelompok Islam ekstrem?
Baik Muhammadiyah ataupun NU, jangan memikirkan umatnya sendiri, dua organisasi besar ini harus bisa keluar dari “kandang”. Akan tetapi memang kadang-kadang ini sangat sulit sekali dilakukan, karena keberatan “sungu” tadi. Muhammadiyah sibuk dengan lembaga pendidikan dan rumah sakitnya, sedangkan NU sibuk dengan pesantrennya. Sehingga tidak sempat lagi melihat keluar. Memang dua organisasi besar ini ibarat gajah setengah lumpuh. Sehingga mereka ini tidak sempat lagi menyantuni kegelisahan orang-orang terhadap pemikiran keagamaan.

Jikalau demikian, maka bisa disimpulkan bahwa kemunculan kelompok Islam ekstrem di Indonesia merupakan kegagalan dari ormas Muhammadiyah dan NU?
Saya tidak mau menyebutkan bahwa munculnya kelompok Islam ekstrem itu sebagai bentuk kegagalan Muhammadiyah dan NU, tapi saya melihat ini sebagai akibat dari keterbatasan peran yang dilakukan oleh dua ormas tersebut.

Apa peran strategis yang harus dilakukan oleh Muhammadiyah sendiri untuk menumbuhkan Islam yang Autentik itu di Indonesia?
Saya kira yang harus dilakukan oleh Muhammadiyah adalah dengan belajar secara sungguh-sungguh, pahamilah Al-Qur’an dan Sunnah Nabi itu secara mendalam, dengan mengambil pesan moral atau benang merah dari Al-Qur’an. Sehingga semua cita-cita, semua gerak harus diarahkan pada pesan-pesan moral tersebut, dan saya rasa itu bisa dilakukan. Kemudian kita betul-betul harus ikhlas, sebab tanpa keikhlasan agama itu tidak ada. Ini kadangkala kita sulit melakukannya, dalam kenyataannya tampak kalau kita itu tidak ikhlas, tapi kita pakai ayat-ayat lain yang bisa dimanipulasi sehingga menunjukkan bahwa kita itu ikhlas.l Dn

Tidak ada komentar: