Rabu, 20 Februari 2008

Residu Problema Hukum Masih Dirasakan


Rabu, 20 Februari 2008 | 02:04 WIB

Jakarta, Kompas - Residu atau sisa-sisa dari problema hukum masa lalu akibatnya masih dirasakan rakyat hingga saat ini. Tidak heran kalau tunggakan penyelesaian kasus hukum semakin menumpuk. Di sisi lain, yang lebih memprihatinkan lagi, masyarakat marjinal hingga saat ini masih belum mendapat perlindungan hukum yang memadai.

Hal ini dikatakan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Din Syamsuddin di Jakarta, Selasa (19/2), dalam penandatanganan kerja sama antara PP Muhammadiyah dan Komisi Yudisial (KY) di Jakarta.

”Kasus semacam Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) masih menjadi masalah hukum kita, begitu juga dengan problem hukum lainnya, seperti pemberantasan korupsi dan menciptakan aparat penegak hukum yang bersih. Semua masih menjadi pekerjaan rumah bangsa ini,” ujarnya lagi.

Menurut Din, tugas suatu bangsa tidak hanya menjaga keteraturan sosial, tetapi juga menggerakkan bangsanya ke arah kemajuan. Untuk mendorong kemajuan itu, memang dibutuhkan hukum yang berpihak kepada masyarakat kecil.

”Itu sebabnya Muhammadiyah, sebagai gerakan moral, kultural, dan keagamaan, turut menyumbang pada gerakan penyadaran dalam proses penegakan hukum untuk kaum marjinal,” ujarnya.

Kaum miskin yang terpinggirkan, menurut Din, masih belum mendapatkan perlindungan hukum meski mereka sering mengalami multilevel penindasan. Apalagi, ketika masyarakat marjinal ini harus berhadapan dengan negara, mereka semakin tak berdaya.

”Hari-hari belakangan ini, kita menyaksikan bagaimana penggusuran terjadi di Jakarta terhadap pedagang keramik dan pedagang bunga. Kasus yang sama juga terjadi di sejumlah kota lain,” ujar Din.

Muhammadiyah, lanjutnya, yang didirikan dengan misi pembelaan terhadap kaum miskin dan terpinggirkan, sudah sepantasnya terlibat dalam upaya advokasi dan perlindungan hukum bagi masyarakat marjinal.

Ketua KY M Busyro Muqoddas mengatakan, ilmu hukum ke depan bukan saja dituntut untuk melahirkan putusan hakim yang benar dan adil, tetapi juga berpihak kepada kaum tertindas dan marjinal. ”Agar reformasi melahirkan putusan hakim yang bermanfaat bagi bangsa, dengan spektrum benar, adil, dan berpihak kepada mustad’afin (kaum tertindas), KY membuat program riset putusan hakim,” ujarnya.

Apalagi, menurut Busyro, saat ini masih banyak putusan hakim yang dirasakan belum menyentuh keadilan, apalagi membela kaum miskin. (mam)

Tidak ada komentar: