Selasa, 02 Desember 2008

Etika Ber-Muhammadiyah


Posted on October 3rd, 2007 in 05 Pedoman by redaksi

Muhammadiyah kini telah berusia hampir satu abad. Dalam perjalanannya yang cukup panjang serta dalam pergaulan dan interaksi antara anggota dan warganya itu, tentu ada sistem nilai dan norma yang hidup dan berkembang dalam Muhammadiyah, yang menciptakan pemahaman yang sama mengenai hakikat Muhammadiyah dan bagaimana seharusnya anggota dan warga Muhammadiyah harus berprilaku. Nilai dan norma yang hidup dan berkembang dalam Muhammadiyah sebagai gerakan Islam dakwah amar makruf dan nahi munkar, tentunya bersumber dari nilai-nilai ajaran Islam, yang memang sejak awal menjadi komitmen K.H.A. Dahlan sebagai pendiri organisasi ini. Sistem nilai dan norma yang memberikan acuan dan pedoman bagi prilaku anggota dan warga Muhammadiyah mengenai apa yang harus dilakukan dan apa yang harus tidak dilakukan, mana yang baik dan patut dilakukan dan mana yang tidak baik dan tidak patut dilakukan dalam kehidupan berorganisasi, inilah yang dinamakan ETIKA BERMUHAMMADIYAH.
Dalam kehidupan setiap organisasi, termasuk Muhammadiyah, etika itu sangat penting. Dengan adanya etika, membuat anggota dan warga Muhammadiyah memiliki kestabilan sikap dan tingkah laku. Sebab dengan adanya etika, anggota dan warga Muhammadiyah mengetahui apa yang seharusnya dan tidak seharusnya dilakukan, di samping mana yang boleh dilakukan. Etika juga membuat perilaku anggota dan warga Muhammadiyah lebih konsisten dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi. Ini disebabkan karena etika ber-Muhammadiyah memberikan semacam pedoman dan alat pengendali prilaku. Di samping itu, etika juga membantu meningkatkan produktivitas dan efektivitas organisasi. Sebab dengan terciptanya stabilitas dan harmonisasi hubungan antara anggota dan warga Muhammadiyah, menjadikan kinerja organiasi lebih meningkat, yang pada gilirannya akan meningkatkan upaya pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Selain itu etika juga dapat meningkatkan integritas, harkat dan martabat anggota dan warga Muhammadiyah serta menjaga, mempertahankan dan mengembangkan citra, martabat dan keluhuran Muhammadiyah.
Etika ber-Muhammadiyah itu lebih diperlukan lagi, kalau kita memperhatikan kondisi Muhammadiyah akhir-akhir ini, dilihat dari sudut pandang etika. Kita tidak perlu menutupi, bahwa dikalangan sebagian anggota, bahkan di kalangan sebagian pimpinan Persyarikatan dan amal usaha, semangat ikhlas beramal, bekerja dan berjuang itu sudah mulai melemah dan pudar. Di mana-mana, sekarang ini, kita melihat merebaknya gejala konflik sesama kita. Kalau ditelusuri, di antara akar masalahnya, yang utama adalah kepentingan. Karena masing-masing kita punya kepentingan, yang acapkali bersifat duniawi, maka kita tidak perlu lagi merasa malu untuk berebut posisi dan jabatan, yang dengan posisi dan jabatan itu memungkinkan kita dapat melindungi kepentingan kita.
Di samping itu yang sangat memprihatinkan sebagai ekor dari semakin redupnya keikhlasan adalah semakin melemahnya sikap jujur dan amanah di kalangan sebagian kita. Sebagian kita sekarang ini, tidak merasa malu dan risih lagi untuk memanfaatkan dana, fasilitas, bahkan kekuasaan dan wewenang yang diamanatkan kepada kita, bukan semata-mata untuk kepentingan Persyarikatan, tetapi juga terikat di situ untuk kepentingan pribadi kita sendiri yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Di samping itu, kalau kita cermati, ikatan solidaritas kolektif di antara kita juga mengalami pelemahan, yang ditandai oleh kurang berkembangnya ukhuwah, silaturrahim dan sinergi antar anggota juga antar institusi di kalangan Muhammadiyah. Hubungan yang kita kembangkan sekarang ini lebih banyak hubungan formal daripada hubungan informal. Kita lebih banyak ketemu sesama kita hanya di forum-forum formal, sangat jarang sesama kita bersilaturrahim ke tempat tinggal masing-masing. Satu lagi yang sangat memprihatinkan adalah kenyataan bahwa, sebagian kita sekarang ini sudah mulai menurun ketaatan dan komitmennya pada misi, kebijakan dan peraturan Persyarikatan. Dengan berbagai dalih dan alasan, sebagian kita sekarang ini sudah tidak sungkan-sungkan lagi menentang kebijakan Pimpinan Persyarikatan, padahal kebijakan itu didasarkan pada Keputusan Muktamar dan Tanwir. Bahkan yang lebih parah, sebagian kita pun tidak ragu-ragu untuk menyimpangi ketentuan Anggaran dasar dan Anggaran Rumah Tangga, dengan berbagai alasan yang tidak masuk akal.
Etika ber-Muhammadiyah semakin dirasakan kepentingannya dalam kehidupan di era globalisasi sekarang ini. Hal ini mengingat adanya berbagai faktor, baik internal maupun eksternal yang memengaruhi kehidupan Muhammadiyah, seperti terjadinya perubahan alam pikiran sebagian kita yang cenderung pragmatis, materialistis dan hedonistis yang dapat menumbuhkan budaya dan gaya hidup sekuler. Juga terjadinya perubahan orientasi nilai dan sikap dalam ber-Muhammadiyah, karena berbagai faktor, yang memerlukan adanya standar nilai dan norma yang dapat dijadikan sebagai pedoman perilaku. Di samping itu yang tidak kalah pentingnya adalah perubahan sosial politik dalam kehidupan nasional yang menimbulkan dinamika tinggi dalam kehidupan umat dan bangsa, yang ini tentunya akan memengaruhi kehidupan ber-Muhammadiyah.
Melihat demikian pentingnya etika dalam kehidupan ber-Muhammadiyah, pertanyaannya sekarang, “Apakah sudah ada rumusan formal tentang etika ber-Muhammadiyah?”. Secara eksplisit rumusan formal dengan judul Etika Ber-Muhammadiyah memang belum ada, tetapi secara substansial dalam berbagai pokok pikiran, baik yang bersifat ideologis maupun strategis, sebenarnya sangat sarat dengan butir-butir tentang etika ber-Muhammadiyah. Apalagi dalam Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, bisa dikatakan semua butir rumusan adalah merupakan nilai-nilai dan norma-norma yang bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk menjadi pola bagi tingkah laku warga Muhammadiyah dalam menjalani kehidupan sehari-hari, termasuk dalam lingkup kehidupan ber-Muhammadiyah.
Etika ber-Muhammadiyah pada dasarnya memuat tiga hal, perintah/suruhan (keharusan melakukan sesuatu), larangan (keharusan tidak melakukan sesuatu) dan perkenan (kebolehan melakukan sesuatu). Agar rumusan tentang etika ber-Muhammadiyah yang saat ini bertebaran dalam berbagai pokok pikiran formal tersebut punya daya ikat yang tinggi, barangkali ke depan perlu disatukan dalam sebuah rumusan dengan topik “Etika Ber-Muhammadiyah” atau “Kode Etik Muhammadiyah” atau apa pun istilahnya.l

Tidak ada komentar: