Senin, 15 September 2008

Membangkitkan Dinamika Internal Muhammadiyah

Oleh: Dr. Haedar Nashir

Muhammadiyah lahir dan mekar karena sebuah keyakinan, paham, dan tekad perjuangan yang fundamental dari pendirinya. Kyai Haji Ahmad Dahlan melahirkan Muhammadiyah pada tahun 1912 sebagai hasil dari suatu proses pergumulan yang penuh pertaruhan, baik dari segi pemikiran maupun perjuangannya. Jadi tidak sembarang lahir, tumbuh, dan berkembang secara kebetulan atau apa adanya. Menurut Nurcholish Madjid (1983: 310), Kyai Dahlan adalah sosok pencari kebenaran sejati, yang melahirkan pembaruan Islam, dan pembaruannya luar biasa karena tidak mengalami prakondisi sebelumnya (break-throught).
Dari rahim pergumulan yang mendasar itu lahirlah gerakan Muhammadiyah yang berjuang ”menyebarluaskan” dan ”memajukan” ajaran Islam, mula-mula di wilayah residensi Yogyakarta, kemudian meluas ke seluruh Indonesia. Dengan ruh dan pemahaman Islam yang demikian, maka berdirinya Muhammadiyah memiliki konteks ketika umat dalam keadaan jumud dan terbelakang, yang memerlukan sebuah gerakan Islam, yang menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama sebagaimana dipraktikkan oleh umat Islam selama ini, yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai ”a Way of Life in all Aspects”, suatu sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya (Djarnawi Hadikusuma, t.t: 68).
Muhammadiyah juga lahir dalam bentuk sebuah gerakan Islam, bukan sekadar pemikiran atau wacana. Menurut H. Djarnawi Hadikusuma, Kyai Dahlan mendirikan Muhammadiyah karena dalam sanubarinya tertanam dorongan Al-Quran Surat Ali Imran ayat 104, yang belakangan sering disebut ”ayat Muhammadiyah”, yakni:

Artinya: ”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[217]; merekalah orang-orang yang beruntung”.
Ayat Al-Quran tersebut, yang sering dikaitkan dengan ayat ke-110 pada Surat yang sama, merupakan ayat pergerakan. Belakangan, ayat tersebut juga sering dipakai dan menjadi ikon bagi gerakan-gerakan Islam di dunia Muslim kontemporer. Ayat tersebut, menurut para tokoh Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga mengandung penegasan tentang ”hidup berorganisasi”. Maka tidak berlebihan jika dalam butir ke-6 Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan, ”melancarkan amal-usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi”, yang mengandung makna pentingnya organisasi sebagai alat gerakan yang niscaya.
Gagasan untuk mendirikan organisasi Muhammadiyah tersebut selain untuk mengaktualisasikan pikiran-pikiran pembaruan Kyai Dahlan, secara praktis-organisatoris untuk mewadahi dan memayungi sekolah Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah, yang didirikannya pada 1 Desember 1911 (Adaby Darban, 2000: 13). Sekolah tersebut merupakan rintisan lanjutan dari ”sekolah” (kegiatan Kyai Dahlan dalam menjelaskan ajaran Islam) yang dikembangkan Kyai Dahlan secara informal dalam memberikan pelajaran yang mengandung ilmu agama Islam dan pengetahuan umum di beranda rumahnya. Di sini, organisasi pun diperlukan untuk memayungi dan mengendalikan lembaga-lembaga gerakan dalam Muhammadiyah. Lembaga-lembaga yang berada dalam Muhammadiyah pun, termasuk amal usahanya, harus menyatukan diri (berada dalam syarikat) Muhammadiyah, bukan sebagai ”kerajaan-kerajaan sendiri”.
Kyai Dahlan, dengan paham agamanya yang bersifat tajdid, juga melahirkan teologi ”praksisme” Al-Ma‘un, sebuah terobosan tipikal dan cerdas, mirip ”teologi pembebasan” dalam pemikiran dan gerakan kontemporer, yang kemudian dilembagakan menjadi PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem) yang kini menjadi PKU (Pembina Kesejahteraan Umat). Kesimpulannya apa? Bahwa selain produk pemikiran, kelahiran amal usaha Muhammadiyah terikat dengan misi dan ikatan organisasi Muhammadiyah. Jadi, bukan sembarang amal usaha, dan dilepaskan tergantung siapa yang mengelolanya, tetapi milik dan menjadi bagian tidak terpisahkan dari Muhammadiyah. Karena itu, mempertahankan, membesarkan, dan mengembangkan amal usaha Muhammadiyah pun harus menjadi komitmen seluruh yang ada di dalam Persyarikatan. Lebih-lebih bagi mereka yang berada dalam lingkungan amal usaha Muhammadiyah.
Kyai Dahlan, yang diikuti para murid dan pelanjutnya, juga membesarkan Muhammadiyah dengan perjuangan yang gigih. Ketika dokter dan para sahabatnya, bahkan istri tercintanya meminta beliau untuk beristirahat karena sakit, Kyai bahkan menganggap anjuran itu sebagai ”bisikan syaitan”. Ketika diancam untuk tidak hadir ke Banyuwangi dan bila tetap memaksakan diri akan dibunuh, Kyai Dahlan bahkan mendatangi kota di ujung Jawa Timur itu, yang ternyata tak apa-apa bahkan akhirnya di sana berdiri Cabang Muhammadiyah. Kyai Dahlan tidak ingin menghentikan langkahnya, karena merupakan tonggak penentu keberadaan Muhammadiyah yang akan lebih memudahkan bagi generasi pelanjutnya. Di belakang hari, para penerus Muhammadiyah pun membesarkan gerakan Islam tercinta ini dengan semangat yang ikhlas, gigih, cerdas, dan penuh pengorbanan. Hingga Muhammadiyah mampu meretas usia jelang satu abad saat ini.
Muhammadiyah dalam praktik gerakannya juga tumbuh dari bawah. Ranting bahkan menjadi basis gerakan Muhammadiyah. Ranting berfungsi sebagai pembina jama‘ah. Keberadaan Ranting bahkan harus mensyaratkan adanya kegiatan, seperti pengajian, dan sebagainya. Jadi mendirikan Ranting bukanlah simbolik dan formalistik, tetapi harus menjadi bagian dan memenuhi persyaratan sebagai sebuah gerakan. Karena itu, Muhammadiyah menjadi gerakan yang terus bergerak. Menurut K.H. AR. Fakhruddin, jika Muhammadiyah tidak bergerak, maka bukan Gerakan Islam. Orang Muhammadiyah harus gigih, kreatif, dinamis, tidak ”mutungan” (mudah patah arang) dan ”wegahan” (malas), dan gerakannya harus dirasakan oleh semua orang (AR Fakhruddin, dalam Sujarwanto dan Haedar Nashir, 1900: 318-319). Jadi Muhammadiyah dan seluruh anggota Persyarikatan, tidak boleh diam dan statis, tetapi harus bergerak secara dinamis. Itulah etos gerakan Muhammadiyah yang harus dibangkitkan, yakni dinamika internal atau dinamika inti gerakan Muhammadiyah.

Tidak ada komentar: