Selasa, 30 September 2008

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN DALAM MUHAMMADIYAH

KASUS ISU PEMURNIAN ISLAM
DAN MANHAJIMETODOLOGI IJTIHAD*

M.A. Fattah Sutrisno

A. Pcndahuluan

Membahas perkembangan pemiltiran dalam Muhammadiyah bukanlah
pekerjaan yang mudah. Fial itu disebabltan oleh beberapa faktor: (1) Bahasan akan
bersifat historis, meniscayaltan lintas walttu yang terrentang dalam periode satu abad
dan berimplikasi pada lteterbatasan data terutama untuk pemiltiran-pemikiran di masa
lalu; (2) Pilihan cara penyajian 'oahasan: apakah dengan menggunakan kategorisasi
kasar berdasarkan periode waktu dan terhimpun dalam setiap kategori/periode isu-isu
pemikiran atau dengan menggunalcan pendekatan tematik, yaitu memilih isu-isu
penting beserta penjelasan perkembangan pemikirannya; (3) Isu-isu pemikiran itu
sendiri dalam Muhammadiyah-walau sempat ditengarai mundeg-sangat banyak,
sehingga menimbulkan pilihan: senlbarang isu, isu-isu yang aktual, atau isu-isu
mendasar yang dengan memahaminya dapat mengantarltan pada pemahaman lain,
seperti mengapa pergulatan pemiltiran dalam suatu isu dapat terjadi; dan (4)
Pemikiran dalam Muhammadiyah dapat dipilah berupa pemikiran intelektualnya dan
pemikiran formal organisasi, inanakah yang alcan dipilih.
Menyadari kesulitan-lcesulitan di atas, kajian ini masih bersifat pendahuluan
dengan melakukan pilihan-pilihan sebagailnana berikut. Kajian pendahuluan ini lebih
meinilih pendekatan tematik daripada pendekatan kategorisasi berdasarkan waktu.
Adapun isu-isu yang dipilih adalah isu-isu yang mendasar. Menurut hemat penulis,
isu-isu inendasar i tu adalah pemiltiran tentang 'pemurnian Islam' dan
'manhaj/metodologi ijtihad'. Disebul mendasar, karena pemahaman terhadap
pergulatan pemiltiran kedua isu tersebut altan memudahltan pemahaman terhadap
perltembangan pemiltiran dalam isu-isu yang lain. Icarena keterbatasan data, kajian
pendahuluan ini lebih banyak merujuk pada sumber seltunder. Ciri lain dari kajian
pendahuluan ini, walaupn menelcanltan pendekatan tematik, deskripsinya tidak
meninggalkan tahapan perkembangan. Sebagai ciri teralchirnya adalah bahwa
* Makalah disanipaikan dalam Knjian Tematik II Lenlbnga Pzistaka dun Irflormcisi PP
Mzlhan?n~adiyah dengar? terna "Mz~hanimadiynh dnri Masn ke Mnsa: Pergtllntnn nntor.
Yenlikiran dalain Mzrhanlmirdiyatz" yang diselenggarnknn di Az/ditoriztin Mzlhantnlad
Djaznlan Universitas Muhan~madiyahS urakarta, 26 April 2008.
perkembangan pemikiran yang disajikan melibatkan baik pemikiran formal organisasi
Muhammadiyah maupun pemikiran intelektualnya. Berikut ini deskripsi
perkembangan pemikiran Muhammadiyah: pertama, membahas isu pemurnian Islam;
kedua, mernbahas isu manhaj/metodologi ijtihad; ketiga, analisis; dan keempat,
penutup.
B. Pemikiran tentang Pemurnian Islam
Slogan amat populer yang terkait dengan isu 'pemurnian Islam' adalah
'kembali ke Qur'an dan Sunnah' (uls 31 t3+31). Dari penelusuran terhadap
kajian yang telah dilakukan, ternyata pemikiran tentang 'pemurnian Islam' di
Muhammadiyah dari awal berdirinya sampai akhir abad ke-20 berkembang dalam tiga
fase: (1) fase spiritualisasi syariah babak satu (masa pendiri, Kiai Ahmad Dahlan); (2)
fase formalisasi syariah (masa dominasi ahli syariah); dan (3) spiritualisasi syariah
babak dua (masa ke~ernimpinan generasi berpendidikan tinggi modern) (Mulkhan,
2000).
Isu 'pemurnian Islam', yang merupaican pengaruh Wahabiall dan reformisme
Rasyid Ridha, pada inasa Kiai Ahmad I3/ahlan, lebih dipallarni olehnya sebagai
penyadaran peran umat dalain kehidupan sosial daripada dipahami sebagai
penlberantasan praktilt TBC (takhayul, bid'ah, dan ch[lth]urafat). Dari dokumen
Fachroddin (1921) yang dikutip Mullthan (2000), penyadaran peran umat tersebut
dila!tultan melalui pendidilcan di seltolah, bincang-bincang di majelis perkumpulan,
pendayagunaan sarana lteagamaan (waltaf, mesjid, langgar), dan pendayagunaan
media cetak dan massa. Spil.itualisasi syariahnya dapat dilihat dari peran hati yang
suci, di samping piltiran yang sehat, sehingga Kiai Ahmad Dahlan menolak fanatisme
keagamaan dalsm mcnerima Itebenaran. Baginya, tradisi TBC umat adalah karena
kebodol~any ang kunci sol~1.sinyaa dalah pendidikan. Lebil~ja uh, baginya, amal lal~ir
(syariah) adalah akibat daya ruh agama yang didasari hati dan pikiran suci, sementara
organisasi adalah instrumen pengembangan ltesalehan hati-suci itu. Hati suci (dan
pikiran sehat) bukan hanya pangkal memahami Islam, tetapi akar ibadah, dasar hidup
sosial dm keagamaan, sehingga terbebas dari kebodohan, dan, karena itu, bebas dari
iltatan tradisi (Mulkhan, 2000).
~erkcm6anganP cmieran dahm NuLammadtyali - %!.A.F attah Santoso
Kajian Temati(,II Lcm6aga Pustat&a d ~Info masi W%!uliammad?yah
Pada masanya, menurut pengamatan Xuntowijoyo (2000), Kiai Ahrnad Dahlan
dan Muhammadiyah menghadapi tiga tantangan: modernisme, tradisionalisme, dan
Jawaisme. Modernisme dijawab dengan pendirian seltolah-sekolah, kepanduan, dan
asosiasi sultarela lainnya. Tradisionalisme dijawab melalui tablig (penyampaian
pesan-pesan agama) dengan cara 'inengunjungi inurid' (salah satu karakteristik
sekolah) yang walttu itu merupakan aib sosial-budaya, karena lazi~nnyag uru adalah
'menunggu murid datang' (salah satu tradisilltarakteristik pesantren). Di balik 'aib
sosial-budaya' itu, terdapat perlawanan tidalt langsung terhadap dua ha1 yang dapat
diltategoriltan TBC, yaitu: penlujaan tokoldulama (yang sering dipandang keramat),
dan mistifikasi agama (menjadiltan aganla sesuatu yang misterius, tinggi, dan hanya
patut diajarkan ole11 orang-orang terpilih). Dengall tablig. penyiaran agama telah
dibuat manusiawi, tidal< lagi merupakan proses yang mengandung pengeramatan.
Dengan tablig, agama yang semula misterius menjadi agama yang sederhana, terbulta,
dan diakscs olch sctiap orang.
Bila diamati secara seksama, melalui tablig, Kiai Ahmad Dahlan telah
menggunakan metode aksi positif (mengedepanltan amar ma'ruf) dan tidak secara
frontal menyerang (nahi munltar) TBC. Dalam merespon Jawaisme, Kiai Ahmad
Dahlan menggunakan metode yang sama n~clalui demitologisasi (menghapuskan
nlitos-mitos). Salah satu mitos yang hidup saat it11 adalal~ bal?wa keberuntungan
disebabkan pesugihon (memelihara jimat, tuyul) atau minta-ininta di kuburan
keramat. Mitos tersebut dihapus dengan ajaran bahwa keberuntungan itu semata-mata
karena kehendak Tuhan, dail salah satu jalan untuk meraihnya adalah shalat sunat
(Kuntowijoyo, 2000).
Kesalehan spiritual (hati-suci) a la Kiai Ahmad Dahlan tersebut ternyata telah
membangkitkan partisipasi berbagai kalangan masyarakat, termasult kaum nasionalis
dan inereka yang digolungltan sebagai kaum abangan dan priyayi. Pada sisi lain,
kesalehan spiritual telah membangkitkan pula daya kreatif luar biasa dan sikap sangat
terbuka Kiai Ahmad Dahian. Dengan kesalehan spiritualnya, meminjam pisau analisis
Kuntowijoyo (1 997), Kiai Ahmad Dahlan telah memilih pendeltatan kultural daripada
pendeltatan strulttural dalam melakukan perubahan sosial. Pendekatan kultural adalah
perubahan sosial melalui perubahan perilaku dan cara berfikir individu. Sedangkan
pendekatan struktural adalah perubahan sosial melalui perubahan perilaku kolektif
dan struktur politik.
................................................................................................... 3
~erkem6anganP emi4ran dahm Nuhamrnadiyah - 544.3. (Fattali Santoso
Kajian lomati(.II Lem6aga Pustab dun Informasi w Muhammadiyali
Sepeninggal Kiai Ahmad Dahlan, berltembang fase formalisasi syariah.
Sebagai momentumilya adalah pendirian Majelis Tarjih, lenlbaga fatwa syariah. Isu
'pemurnian Islam' pada fase ini lebih dipahaini sebagai pemberantasan taqlid buta dan
praktik TBC, pencukupan kepada apa yang diajarltan Nabi pada bidang akidah dan
ibadah mahdhah, dan ideologisasi syariah menjadi doktrin perubahan sosial dan
hubungan dengan negara. Kata ltunci dari penlahaman ini adalall Islamisasi. Dalam
pralttilt, fase ini telah melahirltan kesalehan syariah yang lebih bersifat lahiriah
daripada spiritual a la Kiai Ahmad Dahlan, dan kebijakan ideologis organisasi yang
tertuang dalam "Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah" (1 95011 951),
"Kepribadian Mul~amnladiyah" (1962/1963), "Matan Keyakinan dan Cita-cita I-Iidup
Muhammadiyah" (1 96911 970), dnn "Khittah Perjuangan Mul~anln~adiyah"(1 978)
(Shobron [ed.], 2006). Walau begitu, formalisasi syariah bukan tanpa ekses.
Pemberantasan TBC menjadi bersifar berlebihan, meluas ke bentuk tradisi yang tidak
bisa disebut TBC, seperti membuka rapat dengan Al-Fatihah dan penyainpaian pujian
pada Nabi. Identifikasi 'Islam murni' berubah ~nenjadi asal bukan seperti NU
(Mullthan, 2000). Ekses dominonya adalah berupa 'ltetidak-berterimaan'
Muhammadiyah di kalangan petani dan umat yang melaksanaltan TBC, yang ballldapat diikuti disintegrasi sosial, sebagai efek dari penerapan metode aksi frontal
(mengedepankan nahi mucltar) daripada metode aksi positif (amar ma'ruf) dalam
pemberantasan TBC.
Ideologisasi syariah menjadi doktrin perubahan sosial dan hubungan dengan
negara sempat menjadikan Muhammadiyah terjebak dalam peildekatan struktural
(perubahan sosial mela!ui peruballan perilaltu kolektif dan struktur politilt). Pada awal
kemerdekaan RI, Muhammadiyah mendukung Islam sebagai dasar negara, kemudian
alttif sebagai anggota istirnewa Masyumi. Pada awal Orde Baru, Muhammadiyah
melnbidani lahirnya Parmusi, dan akhirnya pada 1998 n~erekomeidasika ketuanya
untuk mendirikan PAN (Mulkhan, 2000; Sezali, 200.5). Secara individual, pendekatan
struktural telsth mendorong sebagian aktivisnya terlibat dalam banyak partai (bahkan
belakangan aktivis mudanya mendirikan partai alternatif, PMB, Partai Matahari
Bangsa) danlatau menduduki berbagai posisi politilt strategis.
Bila pendekatan strulctural lebih menonjolkan syariah dan perubahan yang di
luar (karena itu menggunakan pendeltatan kekuasaan), maka pendekatan kultural
menonjolkan hikmah dan perubahan yang di dalam. Perubahan luar itu perlu
___---______-______..------------------------------------------------------------------------------- 4
Per(em6angnn Pemieran dahm Muhammadiyah - N.A. Fattali Santoso
mjian Temati(,IILembaga @uta(a dun Infomasi @PN uhammadiyah
(necessary), tetapi tidak mencukupi (suflcient) bila tidak dilengltapi dengan
perubahan dalam, padahal perubahan dalam itu lebih sulit.
Fase ketiga, rnelalui tampilnya kepemimpinan generasi berpendidikan tinggi
modern pada 1995 (era Amin Rais), pemahaman ide 'pemurnian Islam' memasuki
spiritualisasi syariah babalt dua. Momentumnya adalah perubahan Majelis Tarjih
menjadi 'Maj elis Tarj ih dan Pengembangan Pemikiran Islam' (MTPPI). Yang
melatarbelakangi perubahan nama tersebut adalah: (1) perubahan substansi TBC
(substansi TBC era berdirinya Muhammadiyah, era agraris, tidalt sama dengan
substansi TBC era industril pen~ba~igunan()2; ) n~unculnyap cndcltatan-pcndekatan
keilmuan sosial-budaya baru terhadap isu-isu sejenis TBC yang telah menggeser apa
yang dimaksud dengan TBC pada saat didefinisikan dahulu; dan (3) keduanya
(perubahan substansi TBC dan munculnya ragam pendekatan keilmuan sosial-budaya
baru) menuntut ijtihad baru dari Muhammadiyah yang tidak lagi harus bersifat fikih
dan/atau kalam klas~k-skolastik semata (Abdullah, 1996). Kalaupun pendekatan
kalam digunaltan, ia tidak dala~u maltna pendekatan yang didominasi ole11
pembahasan tentang T~;hand alam pengertian ltlasilc, namun dalam makna pendekatan
yang lebih lnengacu pada fungsionalisasi 'nilai-nilai spiritualitas' ke-Tuhanan dalam
aplikasi ltehidupan konkret di muka bumi.
Dalam rangka spiritualisasi syariah babalc dua, ide 'pemurnian Islam' dimulai
oleh MTPPI dengan nierekonstruksi manhajlmetodenya yang tidak lagi terbatas pada
tarjih atau pengambilan hultum, dan ken~~idiarne mperluas wilayah objek ijtihadnya
di luar persoalan-persoalai yang terlcait dengall akidah dan ibadah nmhdhnh.
C. Pemikiran tentang 'Manhaj/Metodologi Ijtihad'
Pemikiran tentang metodelmanhaj tidalt kalah pentingnya. Kritik yang sering
diungkapkan dail ditujukan pada geraltan atau organisasi yang inengusung bendera
'lcembali lte Qur'an dan Sunnal~' adalah bahwa gerakan atau organisasi tersebut
berhenti pada slogan, dan belum mengembangltan inetodologinya (Syamsuddin,
2008). Muhammadiyah dapat diltenai ltritilt tersebut karena sampai sekarang masih
dalaln proses pembeiltukannya. Setelah Icbih dari sctcngah abad memraktekkan tarjih
dan ijtihad, pada 1989 Muhammadiyah baru memulai fase pertama proses formasi
metodologinya dengan menyusun Poltolc-poltok Manhaj Tarjih. Secara garis besar
diri~muskan bcbcrapa prinsip, antara lain: ( I ) sumber dalam beristia'lbl; (2) ketidaktcrkaitan
pada satu mazliab tertentu; (3) penggunaan aka1 dalam menyelesaikan
masalah-masalah keduniaan; dan yalig terpenting terumuskannya (4) metode-metode
i.j tihael. yai 111: i.jtihad huycini ( j k ) , qiyCj~i( &4), dan istishld-hi (9-1). Ijtihad
hcrycini dipaltai da1an.i rangka mendapatkan hukum dari nash (4,te ks) dengan
menggunakan dasar-dasar tafsir. Ijtiliad qijd.~i digunakan dalam rangka untuk
menetnpknn lii~kuny~a ng belum adn dalam ncrsh, dengan memperliatikan kesamaan
'illotnya. Sementara itu. i-jtiliad i.s/i.sl~ld/7di igunakan untulc menetapkan hukum yang
salila sekali tidak diatur dalaln nnsh (Djamil, 2005).
Seiring dengall perubahan nama ~najelis menjadi Majelis Tarjih dan
Pengembangan Peniikiran Islam. pada 2000-sebagai fase kedua-telah dirumuskan
mnnhaj !rang lebih kompsehensif. dengan menggunakan berbagai pendekatan. Kalau
pada ll~sc pcl.tnmu mctoclc i.jtil~ad cliwi~judkan clalam bentuk ij tihad buycjnf, q@h,si,
dan i.sfi.rl71cihi yang berorientasi pada nnsh (teks) Al-Qur'an dan As-Sunnah, maka
pada Lase kcdua i ni dipcrl uas me~ljaclip endckalan buycini ( j k ) , btri-hdni (&b~+d)a,n
'irfi7t7i ( j u ~ )T.'e ndckntan hayci17i merupakan pendekatan yang menempatkan nash
(S)seb ugui sumbcr licbcnaran dan su~iibern orma untuk bertindak, sementara aka1
hunya mcncmpuli kucluclukan y:lng scl~i~~lddcarli berfi~ngsi mcnjelaskan dan
me~i.ji~stilikasni i~.rh yang ada. Pendekatan ini lebih didominasi oleh penafsiran
gramatikal dan semantik. Dalaln pandangan Muhamniadiyah, pendekatan ini masih
diperlukan dalam rangka menjaga Itomitmennya 'kembali ke Al-Qur'an dan As-
Sunnnli' (D-jamil. 3005).
Pendekatnn hrrr.li~ini merupakan pendekatan yang rne~igandalkan rasio dan
pengalaman empiris sebagai sumber kebenaran dan sumber norma bertindak. Dengan
demikian. pendekntan ini lebih difolcuskan pada pendekatan yang rasional dan
argumentatif. besdasarknn dalil logika, dan tidak llanya merujuk pada teks, namun
j ugn kr,ntcks. I'cndckatan hlll'l~hi~dii perlitkiun Muhammadiyah dalan~m emaliami dan
menyelesaikan masalah-masalah yang termasuk 01-urnfir al-dzrnyZwiyyah (%$Jl~pp.kl,
urusan dunia) untult tercapainya kcmaslahatan nianusia. Belajar dari khazanah skjarali
Islam, pemaduan antara pendekatan baydni dan burhdni tidak banyak menimbulkan
masalah. Sejak zanlan klasik upaya pemaduan telah dicoba dilakukan, misalnya oleh
al-Gazzali yang mengenalkan mantik (logika Aristoteles) ke dalam usul fikih untuk
menggantikan dasar-dasar episte~ilologi kalam yang biasa digunakan ahli-ahli usul
fikili, dan mengenalkan teori maslahat dan liletodc m~uiasaball dengan konsep pokok
tentang spesies illat (nau ' al-'illah, ty) clan genus illat uins ul- 'illah, ;ill.-ll &), .
serta spesies hukum (nau' 01-hzlkm, t3) dan genus hukunl oins ul-huknz,
@I) (Anwar, 2005).
Pendeltatan 'ir-ni adalah pendeltatan i~emal~aixany ang bertumpu pada
instrumen pengalaman batin: dzazlq (Gsi), qalb (+), wyddn (d1+-~), bashiruh ( 6 ~ ) ,
dan ilhdm (?Id!)P.e ngetahuan yang diperoleli melalui pendeltatan ini biasanya disebut
'pengetahuan dengan kehadiran (b~~~{hl?qili~-i,g rk)'s,u atu perlgetaliuan yang besupa
iiispirasi langsung yang dipancarltan Allah Ite dalam hati orang yang jiwanya selalu
bersih. Pendekatan 'itfdnf, walaupun ada kritiltan, karena antara lain melahisltan
tradisi sufi yang tidak diltenal dalam Muhammadiyah, bagainianapun ada gunanya.
Intuisi dapat menjadi sumber awal baki pengetahuan, setidaltnya menjadi sumber
inspirasi pencarian hipotesis. Dalaln pengamalan agalna dan dalam mengeinbangkan
sikap terhadap orang lain, hati nurani dan kalbu manusia dapat menjadi sumber bagi
kedalaman penghayatan keagamaan, lceltayaan ro!iani, dan Itepekaan batin. Sedangkan
bagi ijtihad hitkum, intuisi cl~ui Ihipotesis hukum, dan pembuktian alchir terletak pada bukti-bukti baydni dan burhbni
(Anwar, 2005).
Ketiga pendekatan di atas, h~rydni, hurhhnf, dan 'i~fci:nt, telah dijadikan
pedoman bagi warga Muhammadiyah dalam berpiltir, terutama dalam memahami dan
menyelesailtan masalah-masalah muanialah duniawiah (lihat Iceputusan MulMuhan~madiyaliT ahun 2000, Pedonzan Hioltp Islmzi PVoi.ga Muhammadiynh).
Fase ketiga perkembangan pemikiran manhaj/metodoiogi ijtihad
Muhammadiyah menunjukkan upaya penyempurnaannya melalui penambahan
dimensi filsafat ilmunya. Syamsul Anwar, misalnya, menawarkan landasan
episte~nologi dalaln pengertian luasnya, yaitu praanggapan dasar dalam pemilciran
manusia tentang realitas. Landasan epistemologi manhajlmetodologi ijtihad
Muhammadiyah adalah inti pengalaman agama dalam Islam sendiri dan pandangan
hidup Islami (Islamic worldview, ;i;4%! W Gjj), yaitu tauhid. Secara metodologis
tauhid mengandung prinsip-prinsip: (1) kesatuan ltebenaran (wabdaniyyah al-
ha qfqah, -1 q b s ) , (2) optimisme (at-tqfd'z~l, &mi), (3) keraganlan manifestasi
(~U~UM'aQt-tVajUal liydt, AWIt S),d an (4) keterbulcaan (ul-inJit@, Z L YI) , dan
toleransi (at-tusimuh, pul) (Anwar, 2005).
Kesatuan kebenaran, yang bersumber dari keyakinan tauhid bahwa Allah
Maha Esa, berat-ti bahwa ltebenaran dari berbagai sumber, bailt dari al-bay& (wahyu
Ilahi), nl-burhbn (d~mia empiris), dan 01-'ir:fi?n (pnngalaman batin ~nanusia), adalah
satu dan tidak ada pertentangan di antaranya. Optimisnle maksudnya adalah
keyakinan bahwa tiada kontradiksi yang abadi dan bahwa n~anusiam anlpu mencapai
Itebenaran karena ia telah diperlengkapi ole11 Sang Pencjpta dengan berbagai
sarananya, sepei-ti altal, pengel-tian, indera, dan Italbu, dan kepadanya telah dikirim
para utusan (rasul) untuk menya~npaikan Itebenaran itu. Namun demiltian, harus
dialtui ada keterbatasan manusia sehingga ia hanya dapat lnenangltap beberapa sisi
dari kebenaran tersebut. Karena itu Itebenaran ada yang bersifat qnfh 'i (&, mutlalt)
dan ada yang bersifat zhanni (&, nisbi). Dengan demikian, nlanifestasi penrralan~an
agama dapat beragam, terutama dalam aspel< muamala~ du~iawiah, bahkan dala~n
wilayah ibadah (at-tana~lwz' j~i fill- 'ibidfilh, S J L ~ I,2 @I) sepanjang dimunglcinkan
oleh normanya (Anwar, 2005).
Toleransi bcrarti kelapangan (cr,~-~su'ctIu7, l)d an kc~nudal~a(n0 1-yzl,~d~.,l ),
yang berarti bahwa ltita dapat mempertal~ankana pa yang selalna ini Itita anggap benar
sampai ditemultan bultti baru yang menunjukltan ltebaliltannya, dan kita dapat
meneruskan sesuatu yang selanla ini Itita buktilsebaliknya. Toleransi akan melindungi seseorang dari ketertutupan terhadap dunia,
keragu-raguan dan kehati-hatian yang berlebihan yang menghambat kreativitas dan
pembaruan-pembaruan, Prinsip keterbukaan ini mendorong pencarian dan pencerapan
pengalaman baru yang konstruktif. Selaln itu, prinsip ini Serarti pula suatu keyaltinan
bahwa Tuhan tidak nlelnbiarkan hamba-harnbanya tanpa petunjult dan bahwa Tuhan
melengkapi manusia dengan senstts n~tnzinis yang lllenlungki~llmenangkap intisari kebenaran agama (Anwar, 2005; Cf. Al-Faruqi dan Al-Farucli,
1986).
Dalam rangka membangun sistem ijtihad, dengan demi!tian, yang tersisa
adalah landasan aksiologinya. Sebagai beltal awal, nampaknya prinsip maq6,shid nlsyari'ah
+$I( bL,tu juan-tujuan syariah) dan prinsip masl~hayt ang sudah dikenal
di kalangan ulama filcih dapat digunaltan.
Per@rn6angan Pcrni&ran dalhm Nuhammadiyah - N.A. Fattnti Santoso
Kajian Temati(,II Lcm6aga Pustaka dnn I~$ornznsi ~%?uhnrninahyah
D. Analisis
Perltembangan dua pemiltiran penting dalam Muhammadiyah, sebagaimana '
telah dijelaskan di atas, menunjukkan dua coralt perkembangan yang agak berbeda.
Perltembangan pemikiran tentang 'pemurnian Islam' memperlihatkan corak siklus:
spiritualisasi synriah, fosmalisnsi s)/ariah. spiri[ualisasi syariilh. Sementara itu,
perkembangan pemikiran tentang 'n~anhaj/metodoIogi ijtihad Muliammadiyah'
memperlihatkan corak linear-konstrulttif manhaj tarjih lnenjadi titilt tolak perumusan
pendekatan ijtihad sementara pendekatan tarjih menyempurnalcan manhaj tarjih, dan
pendekatan ijtihad menjadi titik tolalt perumusan sistem ijtihad sementara sistem
ijtil~adm enyempurnakan pendekatan ijtihad. 'Titik tolalc' menjadi indikator linearitas,
dan 'penyempurnaan' menjadi indilcator Iconstruksi. Manhaj tarj ill belum
memperlihatkan bangunan/lconstrulsementara sistem ijtihad (setelah dilengltapi landasan alcsiologinya) niemperlihatlcan
bangunan/ltonstrulcsi metodologi i.j tiliad Muliammadiynl~ yang 11 tuli.
Bila perkembangan pelniltiran tentang dua isu tersebut diperbandingltan, malca
pada fase spiritualisasi syarial~ babalc pertanla (masa Kiai Ahrriad Dahlan) beluln
terumuskan saina seltali manhaj/nletodologi ijtiilad Muhammadiyah. Walaupun
demikian, itu tidak berarti bahwa tidak ada praktik ijtihad pada fase spiritualisasi
syariah babak pertama. Respon-respon yang bernas Kiai Ahmad Dahlan terhadap
tantangan-tantangan yang dihadapinya (modernisme, tradisionalisme, dan Jawaisme),
berupa pendirian sekolah dan kepanduan, demitologisasi, dan tablig yang
menghapuskan ltramatisasi ulallla dan mistifilcasi agama, menuiljuk.kan praktik ijtihad
yang memadukan tiga pendeltatan seltaligus: baydni, burhdni, dan 'irfdni. Respon
beliau terhadap modernisme (pendirian seltolah dan Itepanduan) paling tidak didekati
dengan pendekatan baya^ni, dan btcrl7dni, sementara respon beliau terhadap Jawaisme
(berupa demitologisasi) dan respon be1i.a~ terhadap tradisionalisme (berupa tablig
yang secara tersamar mengl~apusltan ltramatisasi illanla dan mistifiltasi agama) paling
tidak didekati dengan pendekatan bctj~cir.~clia, n ' i r - n i .
Fase pertama perumusan manhaj/metodologi, yaitu fase manhaj tarjih, baru
terjadi pada fase kedua perltembangan pemiltiran Islam tentang pemurnian Islam
(yaitu fase formalisasi syariah). Di sini nampak keseja-iaran dan koherensi antara
kedua fase tersebut. Adalah wajar bila pada fase formalisasi syariah, yang baru bisa
dihasilkan adalah manhaj tarjih yang lebih menekanltan ijtihad di bidang hukum
9
Perbm6angan ~emierandn ihm Muhammadiyah - M.P, Fattah Santoso
~ j i a n F m a ~ ~ ~ e m @ ~ t r d n r t i + i @ ~ h ~ L - - - -
Islam. Koherensi dan kesejajaran nampalt juga antara fase kedua perumusan
n~anhaj/metodologi ijtihad (yaitu fase pendekatan ijtihad) dan fase ltetiga
perkeinbangan pemikirall tentang pemurnian Islam (fase spiritualisasi syariah babalt
kedua). Spiritrlalisasi syariah babak kedua memungltinltan perumusan pendekatan
ijtihad yang lebill luas, tidak terbatas pada ijtihad di bidang hukum Islam, nalnun
meramball ke bidang-bidang lain dari ltehidupan inanusia. Lebih jauh dari itu,
spiritualisasi syariah babak kedua memungltinltan perumusan yang lebih sistemilt
tentang i~~anl~aj/l~~etodijotilhoagd i Muhammadiyah.
E. Penutup
Kalau belakangan, sejalt menjelang Multtamar ke-45 di Malang, 2005, salnpai
pasca Muktamar, Itarena tantangan globalisasi, muncul fenomena adanya dialcktilta
pemikiran di Muhammadiyah antara ltonservatif dan liberal (penamaan datang dari
pengamat atau lawan dialclbahwa fenomena tersebut tengall memperlil~atltan dialelttika antara spiritualisasi
syariah dan formalisasi syariah. Spiritualisasi syariah memperoleh tantangan dari
forlnalisasi syariall.
Siltap dan harapan ltita, warga Muhammadiyal~t,e rhadap fenomena dialektilta
pemikiran tersebut, dapat diltembaliltan Ice 1andasal.1 espistcln~logi sistem i-jtihad
Muhammadiyah yang ditawarlian, pail11 siliap uptimis, yaliin bahbva tidali ucln
kontradiksi yang abadi, termasult dialektilta antara sayap konservatif dan sayap
liberal. Adapun harapan adalah harapan imtult teriis dialog sebagai pervvl~judan dari
prinsip keterbukaan dan toleransi, dan prinsip rnengakui keragaman manifestasi.
Dengan dialog terus nlenerus, siapa tahu altan lahir paham lteagalnaan (ideologi) baru
dalam Muhammadiyal~se bagai hasil sintesis. fil-LAhz~n 'Inn7 hi nl-shntclbh.Vs]
Abclullali, M, i\nlin (1 996), "l'crkcn~bilngu~I'~c ~~~iliiIrsalnl~nl clalunl Nl~~liam~iiacliyah:
Pcrspel/(e,sl.r/iM lr!~~m~rr~crtlijN~otr.h 0, 5/1005-2000, Apsil, 111111. 18-20.
Anwas, Syamsul (300.5). "hlanIi;!i lj~i1iad/fi~jdidd nlam Muhammadiyal~". dalam
Mifedwil Jandra darl M. Safar Nasir (ed.), lijdid Mzihanzmadiyah untzik
Penceruhnn Pel-adcrban. Yogyaltarta: MT-PPI PP hluharnmadiyah belteyja
sama dengan UAD Press, lilm. 63-8 I.
Djan~ilF, athurrahman (2005), "Tajdid Muham~nadiyahp ada Seratus Tahun Pertarna",
dalam Mifedwil Jandra dan M. Safar Nasir (ed.), Tajdid Muhamnzadiyah
untuk Pencerahun Perndcrhun. Yogyaltarta: MT-I'PI I T Muhammadiyah
beltesja sanla dengall UAD Press, hlm. 83- 106.
al-Faruqi, Isma'il R. dan Lois La~nyaa l-F~r~lq(1i9 86). The CIIIILIIA-~t lIc ~of~ lslcin~.
New Yorlt: Macmillan Publisl~ingC ompany.
Kuntowijoyo (1997), Identitas Polifilc Ulna/ Islan7. Dandu~~gM: izan belterja sanla
dengan Majalah Urnmat.
(2000), "Pengantar: .Tala11 Baru Muham1l7ttdiyah", dalam Abdul Munir
Mulkhan, Islun7 ~MirnCi ~ C ~ ~ NII I~Z ~ C I S J IP~etcIrIn.i. Nl'o~g~yaIk~a rta: Bentang.
Mulkhan, Abdul Munir (2000), Isl~iriM~ tlrni dcilum Mc(.~yyaruk~Pret tani. Yogyakarta:
Bentang.
Sazali (2005), ~hl~lLmin~adi~&1 ah~d~7r .sj~al.uklrAl krtJarzi. Jaltasta: ?usat Studi Agalna
dan Peradahan (PSAP) Muhammadiyah.
Shobron, Sudarno (ed.) (2006), Suralcarta: Studi Kenzuhnmmadiyahan: Kajian
Historis, Ideologi dun Organisusi. Lembaga Penge~nbangan Ilmu-Ilmu Dasar
(LPID) Universitas Muhammadiyah Surakzrta.
Syamsuddin, Din (2008), "Stadi~un General Kololti~~mNa sional Pelniltiran Islam
PSIF UMM dan Al-Maun Institute".
http://www.muhammadiyah.or.id/index.php?
optio~1=con~~cot1te~1t&tasl~=view&id=9OO&Iter11id=93.
.................................................................................................
Pert&embangan Pemifiran dal;zm Muhamrnadiyah - M.J, Futtah Santoso
Kajian Temati(II Lembaga m t a Q dun Infomrasi W %uhammadiyah

Tidak ada komentar: