Selasa, 03 Juli 2007

14 Ormas Serukan Jihad Lawan Korupsi

Jakarta, Kompas - Sebanyak 14 organisasi masyarakat atau ormas Islam, Senin (2/7) di Jakarta, mendeklarasikan jihad melawan koruptor, terutama terhadap mereka yang terlibat kasus penyimpangan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau BLBI.

Ormas pendukung deklarasi itu, antara lain, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), Persatuan Islam, Alwasliyah, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).

Sebelumnya, Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Din Syamsuddin mengatakan, jihad ini merupakan bentuk rasa tanggung jawab umat Islam dalam menghadapi masalah bangsa. "Deklarasi ini untuk mendorong seluruh umat Islam ikut menentukan masa depan negeri ini agar kasus semacam BLBI tidak terulang lagi," ujarnya.

Menurut Din, kasus penyimpangan BLBI merupakan bentuk kezaliman yang nyata. Sebuah kezaliman yang nyata memang harus dihadapi dengan tindakan. "Namun, jihad umat Islam ini bukan berarti meniadakan arti keterlibatan umat agama lain," ujarnya.

Din mendorong agar umat Islam tidak berhenti pada deklarasi saja. "Kita harus terus mendorong penyelesaian kasus BLBI dengan membentuk kelompok kerja. Tujuannya agar deklarasi ini tak hanya menjadi deklarasi yang kemudian dilupakan," ujarnya.

Koordinator Masyarakat Profesional Madani Ismed Hasan Putro juga meminta agar ormas Islam memiliki aksi konkret untuk mendesak pemerintah agar menyelesaikan kasus BLBI. Aksi nyata itu tidak selalu dilakukan dengan demonstrasi atau teror, tetapi juga bisa dilakukan dengan memboikot produk dari perusahaan milik mereka yang diduga menyimpangkan BLBI.

"Kami imbau agar umat Islam dan masyarakat tidak membeli produk dari perusahaan yang terkait kasus BLBI," ujarnya.

Ketua Umum PP Persatuan Islam KH Shidiq Aminullah ketika membacakan deklarasi menyebutkan, akibat konglomerat dibiarkan melanggar batas maksimal pemberian kredit, pemerintah harus menyalurkan BLBI, obligasi rekap, dan program penyehatan perbankan. Semua itu dibiayai dari uang rakyat hingga menimbulkan kerugian lebih dari Rp 650 triliun.

"Berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tanggal 30 November 2006, ada dua konglomerat penerima BLBI yang menyebabkan kerugian negara lebih dari Rp 33 triliun dan Rp 28 triliun," ujarnya lagi.

Uang negara itu, menurut Shidiq, sebenarnya bisa dipakai untuk membangun fasilitas kesehatan, sekolah, atau jalan pedesaan. "Ternyata, pemerintah lebih memilih menyubsidi konglomerat melalui obligasi rekap lebih dari Rp 50 triliun per tahun," ujarnya.

Ketua Harian Presidium Majelis Nasional Keluarga Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Abdul Asri Harahap mengingatkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus serius menyelesaikan kasus BLBI. Ketidakseriusan pemerintah bisa melahirkan ketidakpercayaan rakyat kepada Presiden.

Sementara itu, Senin di Kejaksaan Agung, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Salman Maryadi menjelaskan, 75 nama calon anggota tim jaksa yang khusus menangani kasus BLBI sudah di tangan Jaksa Agung Hendarman Supandji. Jaksa Agung akan memilih 35 jaksa sebagai tim penyelesaian BLBI. (mam/idr)

Tidak ada komentar: