Rabu, 16 Juli 2008

Kepemimpinan dalam Muhammadiyah

Organisasi Muhammadiyah didirikan di Yogjakarta pada 8 Zulhijjah 1330 H atau 18 November 1912 M. Pendirinya KH Ahmad Dahlan. Jadi, usia Muhammadiyah telah hampir satu abad. Maksud dan tujuan persyarikatan Muhammadiyah adalah untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Adapun usaha-usaha yang dilakukan Muhammadiyah untuk mencapai maksud dan tujuannya antara lain dengan bertabligh, pengkajian Islam, mempergiat ibadah, mempertinggi akhlak, memajukan pendidikan dan ilmu pengetahuan, mengembangkan ekonomi masyarakat, menumbuhkan ukhuwah Islamiyah, memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, dan usaha-usaha lain. Usaha-usaha yang dikemukakan tersebut merupakan bagian dari apa yang tertera di dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah. Secara mendasar dapat dikemukakan bahwa Muhammadiyah didirikan untuk kejayaan Islam dan kemaslahatan masyarakat bangsa dan negara.

Dalam perjalanan Muhammadiyah yang hampir satu abad tentu banyak mengalami pasang surut, banyak tantangan yang dihadapi. Alhamdulillah, hingga kini Muhammadiyah tetap eksis, tetap menjadi salah satu kekuatan ummt dan bangsa. Salah satu faktor penentu dari kuat-lemahnya keberadaan Muhammadiyah adalah karena unsur kepemimpinannya, yaitu keberadaan para pemimpinnya. Oleh karena itu, kepemimpinan dalam Muhammadiyah sangat perlu mendapat perhatian oleh segenap warga Muhammadiyah di semua tingkatan, mulai dari tingkat pimpinan pusat, pimpinan wilayah, pimpinan daerah, pimpinan cabang, dan pimpinan ranting. Memang, sistem organisasi (khususnya administrasi Muhammadiyah) cukup rapi, struktur kepemimpinannya jelas, walaupun jalan kepemimpinannya bervariasi dan penuh dinamika, sesuai situasi di mana Muhammadiyah itu berada.

Pada awal-awal berdirinya pimpinan Muhammadiyah lebih banyak yang berpredikat ulama, mereka yang cukup mumpuni ilmu agama. Baru setelah 10 atau 15 tahun terakhir yang menjadi pimpinan Muhammadiyah sangat bervariasi, tidak didominasi oleh ulama, tetapi sudah menyatu dengan mereka yang berlatar belakang pendidikan umum. Jika dahulu pimpinan Muhammadiyah cukup banyak dimotori oleh pedagang, sekarang sedikitnya sudah bergeser. HAl-hal seperti ini juga berlaku di Muhammadiyah Kalimantan Selatan.

Muhammadiyah sebagai gerakan Islam dan dakwah amar ma’ruf nahi munkar melakukan berbagai amal usaha. Amal usahanya berupa panti asuhan, balai pengobatan dan rumah sakit, lembaga pendidikan (dari TK hingga Perguruan Tinggi, termasuk pesantren), masjid dan mushalla, koperasi atau lembaga ekonomi lainnya. Semuanya itu memerlukan pimpinan yang handal, pimpinan yang arif, pimpinan yang sabar dan ikhlas, pimpinan yang jujur, tentu saja pimpinan yang mengerti maksud kepemimpinan atau menejemen dalam arti ilmu dan gaya. Kiranya gaya kolegial atau kebersamaan menjadi kekhasan dalam organisasi Muhammadiyah.

Sekarang, bagaimanakah kepemimpinan Muhammadiyah di Kalimantan Selatan ? Kita berharap Musywil Muhammadiyah Kalsel di Amuntai akan melahirkan "tim" pemimpin yang lebih kuat, yang lebih berperan dalam memajukan warga persyarikatan dan ummat, juga yang memberi andil bagi kemantapan atau jalannya otonomi daerah. Artinya, Muhammadiyah Kalsel sepantasnya aktif dalam mengisi (sesuai bidang garapannya) dalam kaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah.

Unsur ulama dalam kepemimpinan Muhammadiyah tidak bisa ditinggalkan. Muhammadiyah itu berdiri atau didirikan oleh seorang ulama kharismatik, KH Ahmad Dahlan. Dalam kondisi sekarang, tentu saja diharapkan ulama yang duduk di pimpinan Muhammadiyah Kalsel adalah mereka yang sedikit-banyak mengetahui dan dapat menerapkan strategi memimpin. Hal ini sangat penting karena sebuah organisasi juga harus memanfaatkan ilmu kepemimpinan. Dengan organisasi diharapkan secara maksimal dapat bergerak untuk mencapai maksud dan tujuannya. Seseorang yang dipilih sebagai pimpinan hendaknya disesuaikan dengan bidang keahliannya - walaupun tidak mutlak, bisa saja sambil bekerja, sambil belajar dan menyesuaikan diri.

Kepemimpinan dalam Muhammadiyah juga sebaiknya memperhatikan kekuatan dan kecepatan kerja. Karena itu, peran generasi muda perlu dimunculkan dalam Muhammadiyah. Jadi, perlu adanya semacam pemaduan antara ‘tua dan muda’. Hal ini dimaksudkan untuk menyongsong alih generasi dan penyegaran. Hal ini juga dapat dianggap sebagai bentuk penghargaan dan kepercayaan dari orangtua kepada anaknya.

Menjadi pimpinan di Muhammadiyah berarti ikhlas berkorban, siap berpikir dan siap bekerja. Hal ini terkait dengan keberadaan amal usaha yang harus dijalankan oleh Muhammadiyah, terkait dengan Muhammadiyah sebagai organisasi dakwah, terkait dengan organisasi pembaharu. Sebagai pimpinan di Muhammadiyah dituntut untuk dapat menjadi teladan atau panutan bagi warganya dan masyarakat sekitarnya, yang mampu memelihara citra Muhammadiyah, memelihara pandangan masyarakat terhadap Muhammadiyah. Menjadi pimpinan Muhammadiyah sepatutnya dapat menambah bilangan kebaikan bagi masyarakatnya, menambah kesejukan di mana ia bertempat tinggal, dapat menjadi penggerak bagi ukhuwah Islamiyah. Sebagai pimpinan Muhammadiyah harus dapat berpandangan luas dan objektif dalam menyikapi segala persoalan organisasi, termasuk pula dalam menyikapi dinamika masyarakat. Betapapun juga organisasi Muhammadiyah merupakan lapangan buat beramal saleh, buat bekerja untuk kepentingan ummat, buat menjalankan dakwah Islamiyah. Hal ini perlu dicamkan oleh setiap pimpinan pada setiap tingkatan. Dengan demikian seorang pimpinan tidak akan muyak atau bosan dalam menjalankan organisasi, apalagi harus putus asa.

Salah satu kekhasan kepemimpinan dalam Muhammadiyah adalah adanya nuansa keagamaan yang cukup kuat. Dalam kegiatan apapun, Muhammadiyah berusaha menciptakan suasana relegius. Setiap kegiatan senantiasa sangat memperhatikan pelaksanaan ibadah sholat, sehingga jadwal yang disusun diatur sedemikian rupa agar tidak melanggar/ menyulitkan anggota untuk sholat. Dalam kegiatan kepanduan (pramuka), persepakbolaan (HW) juga menempatkan nuansa pengabdian kepada Allah sebagai sesuatu yang teramat penting. Hal-hal ini juga merupakan pelajaran berharga yang senantiasa diperhatikan oleh segenap pimpinan.

Pimpinan Muhammadiyah hendaknya dapat secara peka memberikan masukan bagi masyarakat, termasuk dalam rangka pemberdayaan ekonomi ummat. Hal ini amat penting dalam menyongsong keadaan masyarakat sekarang dan akan datang. Dalam kaitan ini, kiranya Muhammadiyah di Kalsel dapat menciptakan upaya pemberdayaan ekonomi ummat, walaupun hanya melalui satu usaha ekonomi, yaitu berupa koperasi yang dapat diandalkan. Sekarang, memang telah berdiri beberapa koperasi, namun geraknya masih belum seperti yang diharapkan, masih ‘tertatih-tatih’.

Untuk mendirikan dan menggerakan koperasi, maka diperlukan sumber daya manusia yang memadai, tentunya juga dukungan para ‘orang kaya’ Muhammadiyah. Di sinilah, diperlukan adanya unsur pimpinan yang termasuk ‘kuat kantong’ untuk mendorong bagi pelaksanaan peran Muhammadiyah dalam meningkatkan ekonomi ummat.

Sebenarnya, banyak hal yang perlu diangkat dalam kaitan dengan kepemimpinan dalam Muhammadiyah, khususnya dalam lingkup Muhammadiyah Kalimantan Selatan, namun yang juga cukup menentukan adalah cara pandang warga Muhammadiyah itu sendiri terhadap kepemimpinan dan bagaimana harusnya ber-Muhammadiyah, bagaimana harusnya ber-masyarakat atau berinteraksi dengan lingkungannya.

Drs H Zulkifli Musaba, MPd, ketua Pemuda Muhammadiyah Kalsel

Tidak ada komentar: