Minggu, 02 Maret 2008

Menghapus Politik Uang dengan Fatwa tidak Efektif


Kudus-RoL-- Menghapuskan praktik politik uang (money politic) dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) dengan fatwa tidak akan efektif, karena fatwa sekarang lebih disesuaikan dengan hawa nafsu.

Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Ketua Umum MUI Kudus KH M Syafiq Nashan, ketika menjadi pembicara dalam seminar "Menggagas Fatwa untuk Money Politic Dalam Pilkada", di Kudus, Sabtu.

"Selama fatwa tersebut tidak sesuai keinginan hawa nafsu masyarakat luas, maka fatwa tersebut tidak akan mampu menghapuskan fenomena politik uang di masyarakat," katanya.

Ia mencontohkan, fatwa MUI yang mengharamkan bunga bank. "Buktinya, masyarakat masih saja melakukannya tanpa mempedulikan fatwa tersebut," katanya.

Sedangkan untuk mengeluarkan fatwa mengharamkan tindak politik uang dalam Pilkada, menurut dia, selain tidak efektif, fatwa tersebut juga perlu dikaji secara mendalam terlebih dahulu. "Apakah tepat, money politic itu diharamkan," katanya.

Menurut dia, untuk meminimalisir tindak politik uang yang dinilai sudah membudaya di masyarakat konsumerisme, adalah dengan meningkatkan sumber daya manusia (SDM) di berbagai lapisan masyarakat.

"Seorang pemimpin tentunya lahir dari masyarakat. Jika masyarakat memiliki tabiat buruk, tentu pemimpinnya juga tidak jauh berbeda," katanya.

Nur Said, Direktur Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pendidikan, Agama dan Sosial di STAIN Kudus yang menjadi pembicara dalam seminar tersebut menambahkan, budaya masyarakat konsumerisme lebih cenderung mengedepankan pembebasan hawa nafsu terhadap nafsu kebendaan, kekayaan, popularitas, dan kekuasaan.

"Sangat sedikit yang mengatakan masih ada ruang untuk penajaman hati, penumbuhan kebijaksanaan, dan peningkatan kesalehan," katanya.

Sedangkan fenomena politik uang dalam Pilkada, menunjukkan nafsu untuk berkuasa yang dibangun dengan mental yang buruk.

"Mentalitas seperti itu cenderung menghindari kerja keras, disiplin tinggi, dan bertanggungjawab, sehingga lebih memilih jalan pintas dengan politik uang" katanya.

Untuk menghapuskan budaya politik uang tersebut, kata Said, perlu dilakukan pendekatan budaya dengan memperbanyak ruang publik yang berorientasi pada peningkatan mutu SDM yang berbudaya, seperti perpustakaan buku, internet gratis, lembaga pendidikan yang maju, dan ruang aktualisasi secara bebas.

Sedangkan pendekatan hukum melalui fatwa politik uang, menurut dia, hanyalah sebagai pendorong menuju perubahan yang mendasar pada kebudayaan masyarakat. antara/abi

Tidak ada komentar: