Kamis, 13 Maret 2008

Supervisi Pendidikan dan Peran Majelis Dikdasmen

Reformasi di bidang pendidikan ditandai dengan terjadinya pergeseran paradigma pengelolaan dan pembinaan pendidikan dari centralized system menuju decentralized system bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan.

Pada tingkat satuan pendidikan,otonomi pengelolaan pendidikan dikenal dengan Manajemen Berbasis Sekolah (School Based Management [MBS]) memungkinkan satuan pendidikan bersama dengan orangtua, masyarakat dan Komite Sekolah untuk merencanakan, menyelenggarakan, mengevaluasi dan mengembangkan pendidikan dalam kerangka sistem dan kebijakan pendidikan nasional menuju sekolah yang efektif.
Menurut Hartoyo (2006:1) untuk mendukung keberhasilan implementasi MBS guna mewujudkan sekolah efektif, diperlukan minimal empat komponen penunjang. Pertama, kepemimpinan yang kuat tetapi fleksibel. Kedua, ketersediaan sumber dan sarana pembelajaran. Ketiga, komitmen masyarakat terhadap sekolah. Keempat, fokus atau konsentrasi pada pembelajaran.
Pengalaman beberapa negara, termasuk Amerika dan Inggris, dalam menerapkan MBS menunjukkan bahwa MBS memiliki kontribusi yang tinggi dan sangat mendukung terwujudnya sekolah yang efektif. Sekolah efektif setidaknya memiliki tiga ciri utama, yaitu: (1) proses pembelajaran yang baik yang ditunjukkan dengan bukti pencapaian belajar/akademik siswa yang tinggi; (2) proses pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk ikut serta secara aktif dan adanya evaluasi yang sesuai dengan tujuan pembelajaran; dan (3) keterlibatan masyarakat dalam menunjang misi pembelajaran/akademik dan menciptakan iklim masyarakat demokratis. (Beck & Murpy, 1996).

Supervisi Pendidikan
Beberapa contoh implementasi otonomi daerah bidang pendidikan menunjukkan bahwa kenyataan yang terjadi tidak selamanya sesuai dengan yang diharapkan. Hal yang sama juga terjadi pada implementasi MBS. Tidak semua sekolah yang menerapkan MBS memetik keberhasilan yang sama. Bahkan, tidak jarang sekolah yang mengalami hambatan dan kendala dalam menerapkan MBS, baik dalam proses maupun hasil yang dicapai.
Salah satu faktor kelemahan dan penyebab kegagalan sekolah dalam menerapkkan MBS dan mewujudkan sekolah efektif adalah lemahnya supervisi. Ketika semua komponen sekolah memiliki kewenangan atau otonomi untuk melakukan apa saja sesuai dengan tanggungjawabnya, mereka sering lupa untuk melakukan supervisi atau memperoleh supervisi.
Guru merasa memiliki otonomi untuk melakukan apa saja tanpa merasa perlu supervisi yang mereka anggap intervensi dari kepala sekolah, pengawas, dinas pendidikan atau yayasan sekolah. Kepala sekolah yang merasa memiliki otonomi melakukan apa saja dalam lingkup sekolah tanpa merasa perlu melakukan atau memperoleh supervisi. Demikian juga pengawas dan yayasan, juga merasa bahwa guru atau kepala sekolah telah memiliki otonomi dan dianggap tahu apa yang harus dilakukan, sehingga, pengawas seringkali melaksanakan supervisi hanya untuk memenuhi tugas semata.
Dalam konteks inilah hadirnya supervisor yang handal termasuk pengawas dalam menjalankan supervisi benar-benar diharapkan dan merupakan suatu keharusan. Jika terjadi penyimpangan atau pelanggaran, hambatan, kendala atau permasalahan, serta hal-hal lain terutama yang terkait dengan pembelajaran, maka dengan adanya supervisi hal itu dapat diantisipasi dan segera dapat diatasi.
Supervisi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari serangkaian kegiatan pengelolaan (manajemen), termasuk manajemen pendidikan dan manajemen pembelajaran. Kegiatan supervisi merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dan berarti dalam upaya mengetahui suatu program dan kegiatan. Berhasil tidaknya suatu kegiatan dalam suatu organisasi dapat dilihat dari kinerja yang dihasilkannya. Hal yang sama juga berlaku di dunia pendidikan, berhasil atau tidaknya satuan pendidikan (sekolah) juga dapat dilihat dari kinerja sekolah tersebut.
Salah satu indakator sekolah yang berhasil apabila sekolah tersebut dapat memberikan pelayanan pendidikan yang berkualitas dan efektif, baik di tingkat kelas (kualitas pembelajaran) maupun di tingkat sekolah (kualitas pengelolaan sekolah). Untuk membantu keberhasilan sekolah dan untuk menjamin sekolah melaksanakan aktivitasnya yang sesuai standar, diperlukan supervisi secara periodik dan berkesinambungan dengan perencanaan dan arah yang jelas.

Prinsip-prinsip Supervisi
Agar dapat melaksanakan supervisi dengan efektif, pengawas harus memahami prinsip-prinsip dalam melaksanakan supervisi. Dalam buku Pedoman Pelaksanaan Supervisi yang diterbitkan oleh Ditjend Dikdasmen (1994) disebutkan bahwa ada empat prinsip dalam melaksanakan supervisi, yaitu: (1) ilmiah (scientific); (2) demokrasi; (3) Kooperatif; (4) Konstruktif dan Kreatif.
Pertama, ilmiah. Supervisi harus memenuhi prinsip ilmiah, artinya bahwa supervisi hendaknya dilakukan secara (a) sistematis, teratur, terprogram, dan berkesinambungan; (b) objektif berdasarkan pada data/informasi yang sebenarnya; (c) menggunakan instrumen yang dapat memperoleh data/informasi yang akurat, dapat dianalisis dan dapat mengukur ataupun menilai proses pembelajaran.
Kedua, demokrasi. Bahwa dalam melaksanakan kegiatan supervisi, seorang supervisor hendaknya melaksanakan tugasnya dengan asas musyawarah, memiliki jiwa kekeluargaan yang kuat serta menghargai dan sanggup menerima pendapat orang lain.
Ketiga, kooperatif. Dalam melaksanakan kegiatan supervisi, supervisor hendaknya dapat mengembangkan usaha bersama untuk menciptakan situasi pembelajaran yang lebih baik.
Keempat, konstruktif dan kreatif. Dalam melaksanakan supervisi, supervisor hendaknya dapat membina inisiatif guru serta mendorongnya untuk terlibat aktif dalam menciptakan situasi pembelajaran yang lebih baik.
Selain itu dapat ditambahkan pula bahwa supervisi harus memiliki tujuan dan indikator yang jelas. Tujuan (dan indikator) yang jelas merupakan prinsip dasar yang harus ada dalam melaksanakan supervisi. Seorang pengawas tidak akan mungkin melaksanakan kegiatan supervisi apabila tidak memiliki tujuan yang jelas, sebagaimana dinyatakan oleh Blandford (2000: 51), “agreed targets should be stated clearly”. Target atau tujuan yang hendak dicapai termasuk indikatornya, harus dinyatakan secara jelas. Blandford memberikan prinsip-prinsip dalam penyusunan target atau tujuan yang disingkat dalam akronim SMARTES: Specific, Manageable, Appropriate, Realistic, Time-constrained, Informative, Evaluated, Stimulating.

Peran Majelis Dikdasmen
Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah sebagai salah satu unsur pembantu pimpinan yang bertanggung jawab penuh terhadap persoalan pendidikan Muhammadiyah memiliki peran yang cukup penting dalam konteks implementasi MBS ini. Kemajuan dan kemunduran persekolahan Muhammadiyah sesungguhnya tidak dapat dilepaskan dari peran dan fungsi Majelis Dikdasmen Muhammadiyah, seperti penyediaan sarana pra sarana pendidikan, sumber daya manusia; pengawalan terhadap kurikulum yang berlangsung; masalah kesejahteraan guru dan karyawan yang ada di semua tingkat satuan pendidikan; dan sebagainya.
Sering dikatakan bahwa tugas Majelis Dikdasmen hampir sama dengan Dinas Pendidikan. Sama-sama memiliki peran dan fungsi sebagai penanggungjawab penuh terhadap proses pendidikan yang ada di kabupaten/kota, dan juga memiliki kesamaan dalam hal penanggungjawab terhadap sumber daya manusia/tenaga pendidik dan kependidikan di semua tingkat satuan pendidikan, termasuk juga bertanggungjawab terhadap kesejahteraan guru/karyawan di sekolah negeri.
Peran dan fungsi tersebut di atas akan bertambah berat apabila dihubungkan dengan proses keberhasilan program pembelajaran dan pengelolaan sekolah. Hal ini tentu saja sangat berhubungan dengan berbagai perangkat yang harus disiapkan oleh sekolah dalam upaya mengimplementasikan kurikulum pendidikan yang sedang berlangsung.
Tugas Majelis Dikdasmen selanjutnya adalah bagaimana agar seluruh kegiatan di sekolah, baik pembelajaran maupun pengelolaan dapat berjalan dengan efektif dan kreatif. Peran Majelis Dikdasmen dalam persoalan ini tampaknya tidak dapat ditawar-tawar lagi. Dengan sumberdaya dan dana yang dimiliki, semestinya Majelis Dikdasmen dapat mengambil peran yang cukup strategis, terutama peran supervisi pendidikan guna mengevaluasi semua program sekolah, sehingga semua tugas kependidikan dapat berlangsung dengan baik.l

Rachmat Suprapto, Sekretaris Majelis Dikdasmen PDM Kota Semarang; Dosen dan Sekretaris Pusat Studi Agama dan Sosial Budaya (PSASB) Universitas Muhammadiyah Semarang.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

ass.. saya ingin tau secara detail fungsi dikdasmen dalam kelembagaan sekolah khususnya SMA Muhammadiyah. Dan apa peran yang sudah diberikan dalam membangun sistem pendidikan khususnya mutu pendididkan itu sendiri. trims, wassalam